Sabtu, 16 Maret 2019

Profesional dalam Bimbingan dan Konseling (Makalah)


MAKALAH
PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Semester IV Tahun Akademik 2017/2018
Dosen Mata Kuliah BK : Abdul Majid, M.Pd.




Disusun oleh :
No
NIM
NAMA
1
2016.1238
MUHAMAD MAULANA HANDI SUTIAWAN
2
2016.1229
HAIPA KHOIRUNISA


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI
Jl. Lio Balandongan Sirnagalih No.74, Cikondang, Citamiang Kota Sukabumi
2018






KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan hidayahnya, kami dapat menyelesiakan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tetap senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya, diiringi dengan upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Kami sampaikan bahwa pembuatan makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan tentang “Profesional dalam bimbingan dan Konseling.” kami ucapakan terima kasih kepada bapak Dosen yang sudah memberikan kesempatan dan membimbing kepada kelompok kami dalam menyusun makalah ini.
Sehubung dengan pembuatan makalah ini tentu banyak sekali kekurangan-kekurangan untuk itu kami sangat mengharapkan atas saran, kritik, masukan dan sebagainya sangat kami harap kan hal tersebut agar dapat memperbaiki kesalahan kami untuk lebih baik lagi.
Akhirnya do’a kami panjatkan semoga upaya kita lakukan ini mendapat ridha Allah SAW, dan menjadi amal ibadah bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Sukabumi, Maret 2018
Penyusun,

Kelompok V

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ............................................................................... 1
B.     Perumusan Masalah ...................................................................... 2
C.    Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II    PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PROFESIONAL ................................................ 3
B.     PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING 4
1.      Kompetensi Konselor ................................................................. 4
2.      Mengetahui Tujuan Bimbingan Konseling ................................. 6
3.      Mengetahui dan Memahami Fungsi Bimbingan Konseling ....... 7
4.      Asas Bimbingan Konseling......................................................... 8
5.      Kode Etik Bimbingan Konseling ............................................... 10
6.      Syarat-syarat untuk Seorang Pembimbing ................................. 13
C.    KENYATAAN PELAKSANAAN PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING ................................................................................. 14
D.    USAHA-USAHA PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING      17
1.      Standarisasi Pekerjaan Sebagai Unjuk Diri Konselor........... 17
2.      Standarisasi Penyiapan Konselor............................................ 18
3.      Penerimaan Peserta Didik untuk Calon Konselor................. 18
BAB III  PENUTUP
A.    KESIMPULAN  ................................................................................... 12
B.     SARAN-SARAN .................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan yang menunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah, karena program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya menyangkut kawasan kematangan personal dan emosional, sosial pendidikan serta kematangan karir.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sehingga mendapatkan hasil yang baik dalam proses bimbingan konseling, dibutuhkan seorang guru / konselor yang profesional dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Profesional merupakan suatu sikap atau kinerja yang sesuai dengan kemampuannya. Hal ini tentu konselor harus memiliki kualitas pribadi yang baik dan etika serta kemampuan dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
Pada saat ini konseling di Indonesia belum sampai pada kondisi yang mapan, namun harus sudah menyesuaikan diri dengan perubahan global yang dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, kemudahan transportasi, dan ‘hilangnya’ batas-batas struktural yang mengkotak-kotakan manusia berdasarkan Negara atau wilayah. Orientasi pendekatan, strategi bantuan, kurikulum bantuan, sampai pada bagaimana konselor dipersiapkan merupakan sederet isu yang harus direspon oleh para pengembang teori, peneliti, dan praktisi di bidang konseling.
Keluhan-keluhan yang datang dari para guru pembimbing di lapangan cukup menyedihkan. BK telah berkembang relatif lama dan diharapkan berkembang ke arah yang lebih profesional. Namun, kenyataan di lapangan sekarang, BK baru dilirik sebelah mata. Bahkan pelecehan atau menganggap gampang BK di sekolah masih banyak terjadi. Beberapa julukan BK yang kurang baik masih tetap menempel misalnya Guidence and Counseling atau GC diplesetkan menjadi “guru cicing”. Jam BK atau BP yang diberikan kepada siswa diplesetkan dengan “boleh keluar” atau “boleh pulang”. Bahkan tugas guru BK pun masih menjadi sang pengadil atau polisi sekolah yang harus mencari-cari kesalahan siswa. Selain itu masih banyak permasalahn BK di sekolah-sekolah salah satunya adalah bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidental, bimbingan dan konseling hanya untuk klien-klien tertentu saja, bimbingan dan konseling bekerja sendiri, konselor harus aktif sedangkan pihak lain pasif, menganggap pekerjaan bimbingan dna konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat.
Secara profesional bimbingan dan konseling dapat berdiri sendiri, namun dalam konteks perkembangannya di Indonesia bimbingan konseling yang dintegrasikan dalam pendidikan akan terkait dengan sejumlah aturan pemerintah tentang pendidikan. Sebuah ironi jika BK yang sudah menjadi sebuah profesi masih dipandang sebelah mata bahkan dianggap kurang penting, hanya karena ketidak jelasan JUKLAK dan JUKNIS yang ada di lapangan (sekolah).

B.     PERUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan Profesional ?
2.      Bagaimana Profesional dalam Bimbingan dan Konseling ?
3.      Bagaimana usaha – usaha untuk meningkatkan Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling ?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui bagaimana sikap profesional dalam Bimbingan dan Konseling;
2.      Mengetahui tugas dan fungsi seorang konselor dalam melaksanakan tugasnya;
3.      Mengetahui usaha-usaha untuk meningkatkan Profesionalisme Bimbingan dan Konseling.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PROFESIONAL
Dalam Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, karangan J.S. Badudu (2003), definisi profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti (1) bersifat profesi (2) memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, (3) beroleh bayaran karena keahliannya itu.
profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional (Longman, 1987).[1]
Menurut pendapat para ahli tentang pengertian Profesional :
1.      KUSNANTO, Profesional adalah seseorang yang memiliki kompetensi dala suatu pekerjaan tertentu.
2.      DARYL KOEHN, Profesional adalah orang yang memberikan pelayanan kepada klien.
3.      AHOLIAB WATLOLY, Profesional adalah orang yang berdisiplin dan menjadi "kerasan" dalam pekerjaannya.
4.      OERIP S. POERWOPOESPITO, Profesional merupakan sikap yang mengacu pada peningkatan kualitas profesi.
5.      LISA ANGGRAENY, Profesional merupakan suatu tuntutan bagi seseorang yang sedang mengemban amanahnya agar mendapatkan proses dan hasil yang optimal.
6.      BUDY PURNAWANTO, Profesional merupakan bagian dari proses, fokus kepada output, dan berorientasi ke customer
7.      HARY SUWANDA, Profesional adalah seorang yang benar-benar ahli di bidangnya dan mengandalkan keahliannya tersebut sebagai mata pencahariannya
8.      A. PRASETYANTOKO, Profesional adalah elemen individuao yang meletak dalam rangkaian besar mesin kapitalisme
9.      TANRI ABENG (2002), Seorang profesional harus mampu menguasai ilmu pengetahuannya secara mendalam, mampu melakukan kerativitas dan inovasi atas bidang yang digelutinya serta harus selalu berfikir positif dengan menjunjung tinggi etika dan integritas profesi[2]
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme memiliki dua kriteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan (bayaran). Kedua hal itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki profesionalisme manakala memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian (kompetensi) yang layak sesuai bidang tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai kebutuhan hidupnya. Hal itu berlaku pula untuk profesionalisme guru.
B.     PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
1.      Kompetensi Konselor
Kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya di selenggarakan oleh tenaga Profesional dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Dalam pendidikan, Bimbingan dan Konseling diselenggarakan oleh pejabat fungsional yang secara resmi dinamakan guru pembimbing. Dengan demikian, kegiatan bimbingan dan konseling disekolah merupakan kegiatan atau pelayanan fungsional yang bersifat profesional atau keahlian dengan dasar keilmuan dan teknoligi.
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka fikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata dalam keempat kompetensi akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam empat kompetensi yaitu :
1.      Kompetensi Pedagogik
a.       Menguasai teori dan praktis pendidikan
b.      Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseling
c.       Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan
2.      Kompetensi Kepribadian
a.       Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.      Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih
c.       Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
d.      Menampilakan kinerja berkualitas tinggi
3.      Kompetensi Sosial
a.       Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja
b.      Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbinhan dan konseling
c.       Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
4.      Kompetensi Profesional
a.       Menguasai konsep dan praktis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseling
b.      Menguasai kerangka teoritik dan praktis bimbingan dan konseling
c.       Menganalisis kebutuhan konseling
d.      Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
e.       Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling
f.       Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
g.      Menguasai konsep dan praktis penelitian dalam bimbingan dan konseling.[3]
2.      Mengetahui Tujuan Bimbingan Konseling
Seorang pembimbing atau konselor harus mengetahui apa tujuan dari pekerjaan yang akan dilaksanakan. Tujuan pemberian layanan bimbingan ialah agar individu dapat :
1.      Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang akan datang
2.      Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin
3.      Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerjanya.
Untuk mendapatkan tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk :
1.      Mengenal dan memahami potensi, kekuatan dan tugas-tugas perkembangan.
2.      Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya.
3.      Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut.
4.      Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri
5.      Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
6.      Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya
7.      Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara optimal.[4]

3.      Mengetahui dan Memahami Fungsi Bimbingan Konseling
Selain memahami tujuan, pembimbing atau konselor juga harus memahami fungsi dari bimbingan konseling, diantaranya :
a.       Pemahaman
Yaitu membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
b.      Preventif
Yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik .
c.       Pengembangan
Yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa.
d.      Perbaikan /penyembuhan
Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan Remedial teaching.
e.       Penyaluran
Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
f.       Adaptasi
Yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru atau dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan dan kebutuhan individu (siswa). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai individu.
g.      Penyesuaian
Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah atu norma.[5]

4.      Asas Bimbingan Konseling
Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
a.      Rahasia, Yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (Klien yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.
b.      Sukarela, Yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
c.       Terbuka, Yaitu menghendaki agar peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
d.      Kegiatan,Yaitu menghendaki agar peserta didik (klien yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif didalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
e.       Mandiri,Yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni : peserta didik sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
f.        Kini, Yaitu menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik dalam kondisi sekarang. Layanan yang berkenan dengan “masa depan atau kondisi masa lampaupun pun” dilihat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
g.      Dinamis, Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak menonton dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
h.      Terpadu, Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadu.
i.        Harmonis, Yaitu menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai norma yang ada yaitu nilai norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang berlaku.
j.        Ahli, yaitu mengehendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan pembimbing harus terwujud dengan baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakkan etika bimbingan dan konseling.
k.      Ahli Tangan Kasus,yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
l.        Tut Wuri Handayani,yaitu asas BK yang menghendaki agar pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (konseli) untuk maju.[6]

5.      Kode Etik Bimbingan Konseling
Kode etika dalah pola ketentuan atau aturan ataupun tata cara yang menjadi pedoman menjalani tugas dan aktivitas suatu profesi.
Berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan konselingIndonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 2006 tentang penetapan kode etikprofesi bimbingan dan konsseling, maka sebaian dari kode etik itu adalah sebagai berikut:
1.      Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap,keterampilan, pengetahuan dan wawasan.
a.       Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan  menguasai dirinya. Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan klien.
b.      Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat dipercaya, jujur,tertib dan hormat.
c.       Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab terhadap saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan –rekan seprofesi dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuan-keteentuaan tingkah laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode Etik ini.
d.      Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material, finansial, dan popularitas.
e.       Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2.      Penyimpanan dan Penggunann Informasi.
a.       Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat menyurat, perekaman dan data lain, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/ informasi untuk keperlian riiset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas kien di rahasiakan.
b.      Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain membutuhka persetujuan klien.
c.       Penggunaan informasi tentang klien dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak meruikan klien.
d.      Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang  berwenang menafsirkan dan menggunakanya.
3.      Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan.
a.       Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan  dalam hubungan antara klien dengan konselor.
b.      Klien sepenuhnya berhk mengakhiri hubungsn dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubugan apabila klien ternyata tidak memperoleh manfaat  dari hubungan itu.
4.      Hubungan dengan Klien.
a.       Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien.
b.      Konselor wajib menempatkan kepetingan klienya di atas kepentingan pribadinya.
c.       Dalam melakukan tugasnya konselor tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi.
d.      Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.       Konselor wajib memberikan bantuan kkepada siapapun lebih-lebih dalam keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
f.       Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki oleh klien.
g.      Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat hubungan  yang sedang dibinadan batas-batas tanggung jawab masig-masing dalam hubungan profesional.
h.      Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila timbul masalah dalam kesitiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
i.        Konselor tidak bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sepanjang hubunganya profesional.
5.      Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
Dalam rangka pemberian pelayanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu  tentang suatu hal, maka ia wajib berkonsultasi dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
6.      Alih Tangan Kasus
Yaitu kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.[7]

6.      Syarat-syarat untuk Seorang Pembimbing
a.       Seorang pembimbing harus mengetahui kemampuan yang cukup luas, baik segi teori maupun praktek.
b.      Di dalam segi psikologis, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara psikologis, yaitu adanya kemantapan atau kestabilan di dalam psikisnya, terutama dalam segi emosi.
c.       Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya. Apabila jasmani dan psikisnya tidak sehat maka hal itu akan menganggu di dalam  menjalankan tugasnya.
d.      Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap individu yang dihadapi. Sikap ini akan menimbulkan   kepercayaan terhadap anak.
e.       Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga dapat diharapkan usaha Bimbingan dan Konseling berkembang kearah yang  lebih sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
f.       Karena bidang gerak dari pembimbing tidak terbatas pada sekolah saja,   makaseorangpembimbingharussupel, ramahtamah, sopansantun di dalam segala perbuatannya.
g.      Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode etik Bimbingan dan Konseling    dengan sebaik-baiknya.[8]

C.    KENYATAAN PELAKSANAAN PROFESSIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling di Indonesia masih belum mendapatkan apresiasi yang bagus, kenyataan di lapangan (sekolah) para guru pembimbing banyak mendapatkan sorotan, kritikan, bahkan tidak sedikit cemoohan. Guru Bimbingan dan Konseling yang diharapkan mampu membantu siswa dari aspek psikologis, pengembangan diri, masalah pribadi, masalah belajar, masalah sosial, dan masalah karir justru malah menjadi polisi sekolah, satpam sekolah, atau bahkan tukang cukur sekolah, yang kerjaannya menghukum siswa yang terlambat, menggunting rambut siswa yang terlalu panjang, dan banyak lagi tugas-tugas guru BK yang sangat jauh dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru BK/ Konselor.
Permasalahan tersebut tidak hanya dari kualitas tenaga bimbingan dan konseling, namun juga dari segi sarana dan prasarana bimbingan dan konseling yang disiapkan oleh sekolah. Ruangan bimbingan dan konseling acap kali hanyalah ruangan-ruangan parasit yang menumpang pada ruang guru atau ruang tata usaha. Bahkan juga kadang gudang-gudang yang tidak terpakailah yang kemudian disulap menjadi ruangan BK tanpa memperhatikan lagi standar ruang bimbingan dan konseling yang seharusnya. Selain itu munculnya persepsi negatif tentang BK adalah karena tidak diketahuinya fungsi,  arah dan tujuan bimbingan di sekolah atau tidak disusunnya program BK secara terencana. Dapat juga disebabkan oleh ketidaktahuan akan tugas, peran, fungsi, dan tanggung jawab guru BK itu sendiri.
Keberadaan guru BK yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling sebenarnya telah disadari oleh pemerintah. Terbukti, melalui Kementrian Pendidikan Nasional, pemerintah menerbitkan Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Pada peraturan tersebut tercantum sejumlah peraturan khusus untuk konselor di sekolah. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.
Dengan adanya peraturan tersebut maka guru Bimbingan dan konseling yang ada di sekolah harus berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling. Hal ini tentu saja akan berimplikasi pada perbaikan kualitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah oleh para konselor profesional. Pada peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa Penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor  sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini mulai berlaku. Artinya, di tahun 2013 ini guru yang bertugas sebagai konselor sekolah di seluruh Indonesia harus benar-benar mempunyai kualifikasi akademik yang dibuktikan dengan latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
Pada tahun 2003, eksistensi BK semakin baik dan mulai diperhatikan. UU No. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Isu profesionalisasi hampir mengenai semua jenis profesi, setiap profesi dituntut meningkatkan mutu layanan, kinerja dan kualitas tenaga profesinya. Profesionalitas sebuah profesi dapat dilihat dari sertifikasi, akreditasi, sistem pendidikan dan latihan profesi, dan lembaga/organisasi profesi yang menjadi identitas sebuah profesi, faktor-faktor tersebut yang nantinya akan menumbuhkan kepercayaan publik pada  sebuah profesi termasuk profesi bimbingan dan konseling.
Terhitung sampai tahun 2003,  baru sekitar 10 persen konselor yang memperoleh sertifikat resmi dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Artinya, hanya 183 orang itu yang berhak menyelenggarakan bimbingan konseling dan pelatihan bagi masyarakat umum secara resmi.
Secara hukum bagi para konselor sekolah tidak memerlukan sertifikasi dari ABKIN, dengan mengantongi gelar kesarjaan S-1 pada program pendidikan bimbingan dan konseling, memberikan asas legal bagi para konselor sekolah untuk memberikan layanan bimbingan konseling di sekolah. Namun di lapangan sekarang ini masih banyak ditemui sejumlah sekolah yang tidak memiliki konselor sekolah yang mempunyai pendidikan bimbingan dan konseling. Disinilah perlunya para konselor memahami aspek politik yang mengatur kebijakan profesi, ABKIN seharusnya bekerjasama dengan pemerintah untuk melindungi profesi bimbingan dan konseling, dalam hal menyeleksi para calon konselor sekolah.[9]

D.    USAHA-USAHA PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
Untuk menyempurnakan profesi BK, maka perlu dilakukan beberapa pengembangan yang mana pengembangan yang dilakukan meliputi :
1.      Standarisasi pekerjaan sebagai unjuk diri konselor
Banyak orang menganggap bahwa pekerjaan konselor dapat dilakukan oleh siapa saja , asalkan mereka mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh murid.
Namun sebenarnya pekerjaan BK memerlukan keahlian yang khusus dimiliki oleh seorang konselor , sebab dalam profesi BK memiliki asas-asas dan landasan yang memerlukan penguasaan dan pemahaman yang baik oleh konselor agar mereka dapat memberikan pelayanan yang tepat.
Di Indonesia sendiri pelayanan konselor belum memiliki standar kompetensi yang berlaku secara menyeluruh , namun usahanya sudah pernah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) dalam konvensi ke VII di Denpasar (1989) dan semakin diperkuat lagi dalam konvensi ke VIII yang dilaksanakan di Padang (1991) yang menghasilkan 225 butir kesepakatan mengenai bimbingan yang dilakukan kepada siswa di Indonesia. Ke 225 butir layanan tersebut sudah terinci namun dalam pelaksanaannya masih memerlukan pengkajian yang mendalam apakah layanan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lapangan , sehingga masih terbuka kemungkinan apakah ke-225 butir tersebut masih bisa ditambah atau dikurangi.

2.      Standarisasi Penyiapan Konselor
Yang dimaksud standarisasi penyiapan konselor adalah menyiapkan konselor untuk memahami dan mengerti akan tugas-tugas sebagai konselor dan mampu menjalankan tugasnya tersebut. Untuk mencapai hal tersebut maka dilakukan persiapan kepada konselor melaui pendidikan dalam jabatan, pendidikan diperguruan tinggi , pelatihan-pelatihan , training , studi banding , dan segala yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan konselor. Penyiapan konselor sendiri paling optimal dilakukan di perguruan tinggi , sebab diperguruan tinggi materi yang diberikan sudah terstruktur dan dapat dilakukan secara berkesinambungan sehingga dapat dimengerti oleh mahasiswa calon guru konselor.

3.      Penerimaan Peserta Didik Untuk Calon Konselor
Seleksi penerimaan peserta didik merupakan tahap yang paling penting dalam penyiapan tenaga konselor. Penyipan tenaga konselor sangat dibutuhkan sebab hasil yang baik diperoleh dari penyiapan bibit yang baik, yaitu tenaga calon konselor. Untuk menyiapakn calon tenaga konselor yang baik ialah calon tenaga tersebut harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Keterampilan, pengetahuan, dan sikap itu didapatkan melalui pendidikan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Dengan memiliki kemampuan yang memadai, konselor dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan mampu memberikan pelayanan konseling sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak.
Untuk memantapkan unjuk kerja profesi bimbingan dan konseling di tanah air khususnya pada setting persekolahan, perlu dilakukan pengembangan profesionalitas bimbingan dan konseling, yang dilakukan oleh guru pembimbing– konselor sekolah melalui berbagai kegiatan profesi yang bersifat ilmiah. Beberapa kegiatan ilmiah tersebut, di antaranya: penelitian, seminar, lokakarya, workshop, pelatihan, diskusi panel, dan kegiatan sejenis yang berskala lokal, nasional, regional, maupun internasional, yang secara singkat diuraikan berikut ini :
a.      Penelitian
Kemampuan dan keterampilan guru pembimbing–konselor dalam melakukan penelitian sangat menunjang terhadap kualitas pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan guru pembimbing–konselor sekolah yang dipublikasikan dalam suatu jurnal penelitian organisasi profesi bimbingan dan konseling, sangat bermanfaat bagi dirinya dan teman sejawat untuk melakukan perbaikan khususnya pada praksis pelayanan bimbingan dan konseling. Kemampuan dan keterampilan guru pembimbing– konselor sekolah dalam bidang penelitian (research) dapat ditumbuhkembangkan melalui pelatihan penelitian yang lazimnya dapat diselenggarakan oleh organisasi profesi ABKIN dan atau organisasi fungsional MGBK, serta lembaga-lembaga yang relevan.

b.      Seminar. 
Kegiatan seminar merupakan salah satu bentuk kegiatan ilmiah yang diikuti para pembimbing–konselor sekolah untuk mengembangkan kemampuannya melalui peran serta aktif dalam kegiatan tersebut. Seminar dengan menghadirkan pembicara pakar bimbingan dan konseling dari dalam dan di luar negeri serta unsur birokrasi yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik, dapat memberikan hasil perkembangan terbaru dalam aspek pengetahuan dan teknologi, yang sangat dibutuhkan guru pembimbing–konselor sekolah untuk meningkatkan kinerjanya. Kegiatan seminar ini tentunya dibingkai dalam bentuk forum ilmiah yang memungkinkan parapembimbing–konselor sekolah berperan aktif untuk mengungkapkan pengalaman dan gagasannya yang terkait dengan peningkatan profesi bimbingan dan konseling.

c.       Lokakarya dan Workshop. 
Kegiatan ini cukup populer dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru pembimbing–konselor sekolah dalam beberapa hal, seperti; pengembangan perangkat atau piranti bimbingan dan konseling (pengembangan materi pelayanan BK sebagai konteks, teknik asesmen, multi media atau media digital, dan piranti BK lainnya). Dalam penyelenggaraan lokakarya dan workshop, guru pembimbing–konselor sekolah hendaknya tidak sekedar diperlakukan sebagai peserta, tetapi jauh lebih penting adalah melibatkan mereka sebagai narasumber. Dengan keterlibatan mereka yang memiliki kapasitas yang dibutuhkan, diharapkan kegiatan ini dapat memicu guru pembimbing–konselor sekolah untuk mengembangkan kompetensinya secara berkelanjutan, khususnya untuk meningkatkan praksis pelayanan bimbingan dan konseling pada institusinyamasing-masing.

d.      Pelatihan. 
Kegiatan ini relevan untuk mengembangkan kemampuan gurupembimbing–konselor sekolah dalam bidang penelitian, penulisan karya ilmiah, danketerampilan-keterampilan lain yang menunjang tugas-tugasnya misalnya kemampuan; memberikan konseling, melakukan kerja sama, melakukan penelitian tindakan kelas(Classroom Action Research), dan tugas lain seperti membina siswa dalam bentuk berbagai kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, paskibraka, karya ilmiah remaja, latihan kepemimpinan, jurnalistik, dan lainnya).



e.       Diskusi panel. 
Kegiatan diskusi panel pada dasarnya sama dengan seminar. Hanya pada diskusi panel, beberapa pembicara / narasumber mengungkapkan pandangan / gagasannya tentang suatu topik permasalahan / isu yang diangkat sebagai topik diskusi panel. Dalam kegiatan ini, peran moderator sangat penting sebagai pengatur jalannya diskusi panel. Di pihak lain para peserta diskusi panel hendaknya juga terlibat aktif untuk memberikan gagasan / pendapat-pendapatnya atas stimuli yang digagas oleh beberapa narasumber.[10]



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam proses bimbingan konseling dibutuhkan seorang konselor yang professional . seorang dikatakan professional berarti mempunyai keahlian dan keterampilan di bidangnya. Professional dalam bimbingan konseling harus memperhatikan beberapa hal :
1.      kompetensi konselor.
2.      Mengetahui tujuan bimbingan konselor.
3.      Mengetahui dan memahami fungsi bimbingan konseling.
4.      Asas bimbingan konseling.
5.      Kode etik bimbingan konseling.
6.      Syarat –syarat seorang pembimbing. 
Untuk memantapkan unjuk kerja profesi bimbingan dan konseling di tanah air khususnya pada setting persekolahan, perlu dilakukan pengembangan profesionalitas bimbingan dan konseling, yang dilakukan oleh guru pembimbing– konselor sekolah melalui berbagai kegiatan profesi yang bersifat ilmiah. Beberapa kegiatan ilmiah tersebut, di antaranya: penelitian, seminar, lokakarya, workshop, pelatihan, diskusi panel, dan kegiatan sejenis yang berskala lokal, nasional, regional, maupun internasional. Dengan adanya usaha- usaha tersebut diharapkan bimbingan dan konseling bisa dikatakan profesinal.
B.     SARAN-SARAN
Setelah penulis menguraikan kesimpulan diatas maka penulis membutuhkan saran-saran dari pembaca, yang mana dari saran tersebut dapat membantu adanya perbaikan makalah ini. Dan disarankan kepada semua pembaca untuk mencari informasi-informasi atau sumber lain mengenai Profesional dalam BK dan syarat-syarat seorang konselor.
DAFTAR PUSTAKA

·         Budi Santoso. (2012, 25 September). Definisi Profesional. Diperoleh 20 Maret 2018, dari  https://inisantoso.wordpress.com/2012/09/25/definisi-profesional/
·         Ini Duniaku. (2015, 17 November).  Bimbingan konseling (profesional dalam BK dan Syarat-syarat seorang konselor). Diperoleh 21 Maret 2018,  dari http://sitilutfiahrahmi.blogspot.co.id/2015/11/bimbingan-konseling-profesional-dalam.html
·         Yusuf,LN., Dr.Syamsu & Dr.A. Juntika Nurhisan. 2010. Landasan Bimbingan & Konseling, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
·         Walgito, Prof. Dr. Bimo. 2010. Bimbingan +Konseling [Studi & Karir], Yogyakarta : C.V. Andi Offset.
·         Muhamad Riyadi Nasution. (2014, 03 Januari). Profesionalisme Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Diperoleh  20 Maret 2018, dari https://riyadiscorpio.wordpress.com/2014/01/03/profesionalisme-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/




[1] Budi Santoso. Definisi Profesional, https://inisantoso.wordpress.com/2012/09/25/definisi-profesional/  (diakses 20 Maret 2018)
[2]Ini Duniaku.  Bimbingan konseling (profesional dalam BK dan Syarat-syarat seorang konselor) http://sitilutfiahrahmi.blogspot.co.id/2015/11/bimbingan-konseling-profesional-dalam.html (diakses 21 Maret 2018)
[3]Ibid. Pg.4
[4]Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling, 2010. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hal. 13
[5]Ibid. Pg.6.Hal.16-17
[6]Ibid, Pg.6.Hal.22-24
[7]Prof. Dr. Bimo Walgito, Bimbingan +Konseling [Studi & Karir], 2010. Yogyakarta : C.V. Andi Offset. Hal.36-38.
[8] Ibid.Pg.13.Hal.40-41
[9]Muhamad Riyadi Nasution. PROFESIONALISME BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH. https://riyadiscorpio.wordpress.com/2014/01/03/profesionalisme-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/ (diakses 20 Maret 2018)
[10] Ibid.Pg.17



2 komentar:

Konsideran Musyawarah Ambalan

  KEPUTUSAN MUSYAWARAH AMBALAN PRABU KIANSANTANG GUGUS DEPAN 16.163 TAHUN 2016 NOMOR : 01/Muba/2016 TENTANG PERNYATAAN KUORUM ...