MAKALAH
PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan
Konseling Semester IV Tahun Akademik 2017/2018
Dosen Mata Kuliah BK : Abdul Majid, M.Pd.
Disusun oleh :
No
|
NIM
|
NAMA
|
1
|
2016.1238
|
MUHAMAD MAULANA HANDI SUTIAWAN
|
2
|
2016.1229
|
HAIPA KHOIRUNISA
|
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI
Jl. Lio Balandongan Sirnagalih No.74, Cikondang, Citamiang Kota
Sukabumi
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan hidayahnya, kami dapat
menyelesiakan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tetap
senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga
dan sahabatnya, diiringi dengan upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Kami sampaikan bahwa pembuatan
makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan tentang “Profesional
dalam bimbingan dan Konseling.” kami ucapakan terima kasih kepada bapak
Dosen yang sudah memberikan kesempatan dan membimbing kepada kelompok kami
dalam menyusun makalah ini.
Sehubung dengan pembuatan makalah
ini tentu banyak sekali kekurangan-kekurangan untuk itu kami sangat
mengharapkan atas saran, kritik, masukan dan sebagainya sangat kami harap kan
hal tersebut agar dapat memperbaiki kesalahan kami untuk lebih baik lagi.
Akhirnya do’a kami panjatkan
semoga upaya kita lakukan ini mendapat ridha Allah SAW, dan menjadi amal ibadah
bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Sukabumi,
Maret 2018
Penyusun,
Kelompok
V
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ............................................................................... 1
B. Perumusan
Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PROFESIONAL ................................................ 3
B. PROFESIONAL
DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING 4
1. Kompetensi Konselor ................................................................. 4
2. Mengetahui Tujuan Bimbingan
Konseling ................................. 6
3. Mengetahui dan Memahami Fungsi
Bimbingan Konseling ....... 7
4. Asas Bimbingan Konseling......................................................... 8
5. Kode Etik Bimbingan Konseling ............................................... 10
6. Syarat-syarat untuk Seorang
Pembimbing ................................. 13
C. KENYATAAN
PELAKSANAAN PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING ................................................................................. 14
D. USAHA-USAHA
PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING 17
1. Standarisasi
Pekerjaan Sebagai Unjuk Diri Konselor........... 17
2. Standarisasi
Penyiapan Konselor............................................ 18
3. Penerimaan
Peserta Didik untuk Calon Konselor................. 18
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
................................................................................... 12
B. SARAN-SARAN .................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Bimbingan dan Konseling merupakan
pelayanan yang menunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah, karena
program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan
individu, khususnya menyangkut kawasan kematangan personal dan emosional, sosial
pendidikan serta kematangan karir.
Dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya sehingga mendapatkan hasil yang baik dalam proses bimbingan
konseling, dibutuhkan seorang guru / konselor yang profesional dalam bidang
Bimbingan dan Konseling. Profesional merupakan suatu sikap atau kinerja yang
sesuai dengan kemampuannya. Hal ini tentu konselor harus memiliki kualitas
pribadi yang baik dan etika serta kemampuan dalam bidang Bimbingan dan
Konseling.
Pada saat ini konseling di Indonesia
belum sampai pada kondisi yang mapan, namun harus sudah menyesuaikan diri
dengan perubahan global yang dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi, kemudahan transportasi, dan ‘hilangnya’ batas-batas struktural yang
mengkotak-kotakan manusia berdasarkan Negara atau wilayah. Orientasi
pendekatan, strategi bantuan, kurikulum bantuan, sampai pada bagaimana konselor
dipersiapkan merupakan sederet isu yang harus direspon oleh para pengembang
teori, peneliti, dan praktisi di bidang konseling.
Keluhan-keluhan yang datang dari para guru pembimbing di lapangan cukup
menyedihkan. BK telah berkembang relatif lama dan diharapkan berkembang ke arah
yang lebih profesional. Namun, kenyataan di lapangan sekarang, BK baru
dilirik sebelah mata. Bahkan pelecehan atau menganggap gampang BK di sekolah
masih banyak terjadi. Beberapa julukan BK yang kurang baik masih tetap menempel
misalnya Guidence and Counseling atau GC diplesetkan menjadi “guru
cicing”. Jam BK atau BP yang diberikan kepada siswa diplesetkan dengan “boleh
keluar” atau “boleh pulang”. Bahkan tugas guru BK pun masih menjadi sang
pengadil atau polisi sekolah yang harus mencari-cari kesalahan siswa. Selain
itu masih banyak permasalahn BK di sekolah-sekolah salah satunya adalah
bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat
insidental, bimbingan dan konseling hanya untuk klien-klien tertentu saja,
bimbingan dan konseling bekerja sendiri, konselor harus aktif sedangkan pihak
lain pasif, menganggap pekerjaan bimbingan dna konseling dapat dilakukan oleh siapa
saja, menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat.
Secara profesional bimbingan dan konseling dapat berdiri sendiri, namun
dalam konteks perkembangannya di Indonesia bimbingan konseling yang
dintegrasikan dalam pendidikan akan terkait dengan sejumlah aturan pemerintah
tentang pendidikan. Sebuah ironi jika BK yang sudah menjadi sebuah profesi
masih dipandang sebelah mata bahkan dianggap kurang penting, hanya karena
ketidak jelasan JUKLAK dan JUKNIS yang ada di lapangan (sekolah).
B.
PERUMUSAN MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud dengan Profesional ?
2.
Bagaimana
Profesional dalam Bimbingan dan Konseling ?
3.
Bagaimana usaha – usaha untuk meningkatkan Profesionalisasi Bimbingan dan
Konseling ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui bagaimana sikap profesional dalam Bimbingan dan Konseling;
2.
Mengetahui
tugas dan fungsi seorang konselor dalam melaksanakan tugasnya;
3.
Mengetahui
usaha-usaha untuk meningkatkan Profesionalisme Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PROFESIONAL
Dalam Kamus Kata-Kata Serapan Asing
Dalam Bahasa Indonesia, karangan J.S. Badudu (2003), definisi profesionalisme
adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau
ciri orang yang profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti (1)
bersifat profesi (2) memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan
latihan, (3) beroleh bayaran karena keahliannya itu.
profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi
dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan
profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang
professional (Longman, 1987).[1]
Menurut pendapat para ahli tentang pengertian Profesional :
1.
KUSNANTO,
Profesional adalah seseorang yang memiliki kompetensi dala suatu pekerjaan
tertentu.
2.
DARYL
KOEHN, Profesional adalah orang yang memberikan pelayanan kepada klien.
3.
AHOLIAB
WATLOLY, Profesional adalah orang yang berdisiplin dan menjadi
"kerasan" dalam pekerjaannya.
4.
OERIP
S. POERWOPOESPITO, Profesional merupakan sikap yang mengacu pada peningkatan
kualitas profesi.
5.
LISA
ANGGRAENY, Profesional merupakan suatu tuntutan bagi seseorang yang sedang
mengemban amanahnya agar mendapatkan proses dan hasil yang optimal.
6.
BUDY
PURNAWANTO, Profesional merupakan bagian dari proses, fokus kepada output, dan
berorientasi ke customer
7.
HARY
SUWANDA, Profesional adalah seorang yang benar-benar ahli di bidangnya dan
mengandalkan keahliannya tersebut sebagai mata pencahariannya
8.
A.
PRASETYANTOKO, Profesional adalah elemen individuao yang meletak dalam
rangkaian besar mesin kapitalisme
9.
TANRI
ABENG (2002), Seorang profesional harus mampu menguasai ilmu pengetahuannya
secara mendalam, mampu melakukan kerativitas dan inovasi atas bidang yang
digelutinya serta harus selalu berfikir positif dengan menjunjung tinggi etika
dan integritas profesi[2]
Dari definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme memiliki dua kriteria pokok,
yaitu keahlian dan pendapatan (bayaran). Kedua hal itu merupakan satu kesatuan
yang saling berhubungan. Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki
profesionalisme manakala memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian
(kompetensi) yang layak sesuai bidang tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai
kebutuhan hidupnya. Hal itu berlaku pula untuk profesionalisme guru.
B.
PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
1.
Kompetensi Konselor
Kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya di selenggarakan oleh
tenaga Profesional dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Dalam pendidikan,
Bimbingan dan Konseling diselenggarakan oleh pejabat fungsional yang secara
resmi dinamakan guru pembimbing. Dengan demikian, kegiatan bimbingan dan
konseling disekolah merupakan kegiatan atau pelayanan fungsional yang bersifat
profesional atau keahlian dengan dasar keilmuan dan teknoligi.
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan
dirumuskan atas dasar kerangka fikir yang menegaskan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata dalam keempat kompetensi
akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam empat
kompetensi yaitu :
1.
Kompetensi
Pedagogik
a.
Menguasai
teori dan praktis pendidikan
b.
Mengaplikasikan
perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseling
c.
Menguasai
esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan
pendidikan
2.
Kompetensi
Kepribadian
a.
Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Menghargai
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan
memilih
c.
Menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
d.
Menampilakan
kinerja berkualitas tinggi
3.
Kompetensi
Sosial
a.
Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat kerja
b.
Berperan
dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbinhan dan konseling
c.
Mengimplementasikan
kolaborasi antarprofesi
4.
Kompetensi
Profesional
a.
Menguasai
konsep dan praktis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah
konseling
b.
Menguasai
kerangka teoritik dan praktis bimbingan dan konseling
c.
Menganalisis
kebutuhan konseling
d.
Mengimplementasikan
program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
e.
Menilai
proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling
f.
Memiliki
kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
g.
Menguasai
konsep dan praktis penelitian dalam bimbingan dan konseling.[3]
2.
Mengetahui Tujuan Bimbingan Konseling
Seorang pembimbing atau konselor harus mengetahui apa tujuan dari
pekerjaan yang akan dilaksanakan. Tujuan pemberian layanan bimbingan ialah agar
individu dapat :
1.
Merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang
akan datang
2.
Mengembangkan
seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin
3.
Menyesuaikan
diri dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerjanya.
Untuk mendapatkan tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan
kesempatan untuk :
1.
Mengenal
dan memahami potensi, kekuatan dan tugas-tugas perkembangan.
2.
Mengenal
dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya.
3.
Mengenal
dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan
tersebut.
4.
Memahami
dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri
5.
Menggunakan
kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan
masyarakat.
6.
Menyesuaikan
diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya
7.
Mengembangkan
segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara
optimal.[4]
3.
Mengetahui dan Memahami Fungsi Bimbingan Konseling
Selain memahami tujuan, pembimbing atau konselor juga harus
memahami fungsi dari bimbingan konseling, diantaranya :
a.
Pemahaman
Yaitu
membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
b.
Preventif
Yaitu
upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin
terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik
.
c.
Pengembangan
Yaitu
konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa.
d.
Perbaikan
/penyembuhan
Yaitu
fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya
pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah
konseling, dan Remedial teaching.
e.
Penyaluran
Yaitu
fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakulikuler,
jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang
sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
f.
Adaptasi
Yaitu
fungsi membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru atau dosen
untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan,
minat, kemampuan dan kebutuhan individu (siswa). Dengan menggunakan informasi
yang memadai mengenai individu.
g.
Penyesuaian
Yaitu
fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri
secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah
atu norma.[5]
4.
Asas Bimbingan Konseling
Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh
diwujudkannya asas-asas berikut.
a.
Rahasia, Yaitu menuntut
dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (Klien yang
menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak
layak diketahui oleh orang lain.
b.
Sukarela, Yaitu menghendaki
adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien mengikuti/menjalani
layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
c.
Terbuka, Yaitu
menghendaki agar peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat
terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar
yang berguna bagi pengembangan dirinya.
d.
Kegiatan,Yaitu
menghendaki agar peserta didik (klien yang menjadi sasaran layanan
berpartisipasi secara aktif didalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan.
Dalam hal ini guru pembimbing mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
e.
Mandiri,Yaitu menunjuk
pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni : peserta didik sebagai sasaran
layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang
mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
f.
Kini, Yaitu
menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah
permasalahan peserta didik dalam kondisi sekarang. Layanan yang berkenan dengan
“masa depan atau kondisi masa lampaupun pun” dilihat dampak dan atau kaitannya
dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
g.
Dinamis, Yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran
layanan yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak menonton dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
h.
Terpadu, Yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak
lain, saling menunjang, harmonis dan terpadu.
i.
Harmonis, Yaitu
menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai
norma yang ada yaitu nilai norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang berlaku.
j.
Ahli, yaitu
mengehendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan
atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana bimbingan
dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan
konseling. Keprofesionalan pembimbing harus terwujud dengan baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun
dalam penegakkan etika bimbingan dan konseling.
k.
Ahli Tangan Kasus,yaitu asas bimbingan dan
konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak
yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang
tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat
mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
l.
Tut Wuri Handayani,yaitu asas BK yang
menghendaki agar pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan
rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta
didik (konseli) untuk maju.[6]
5.
Kode Etik Bimbingan Konseling
Kode etika dalah pola ketentuan atau aturan ataupun
tata cara yang menjadi pedoman menjalani tugas dan aktivitas suatu profesi.
Berdasarkan
keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan konselingIndonesia (PBABKIN) nomor
010 tahun 2006 tentang penetapan kode etikprofesi bimbingan dan konsseling,
maka sebaian dari kode etik itu adalah sebagai berikut:
1.
Kualifikasi konselor dalam nilai,
sikap,keterampilan, pengetahuan dan wawasan.
a.
Konselor wajib terus menerus mengembangkan
dan menguasai dirinya. Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan
prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya
dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta
merugikan klien.
b.
Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat
sederhana, rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat dipercaya, jujur,tertib
dan hormat.
c.
Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab
terhadap saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan
–rekan seprofesi dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuan-keteentuaan
tingkah laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode Etik ini.
d.
Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi
mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan
material, finansial, dan popularitas.
e.
Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan
tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan
kaidah-kaidah ilmiah.
2.
Penyimpanan dan Penggunann Informasi.
a.
Catatan tentang diri klien yang meliputi data
hasil wawancara, testing, surat menyurat, perekaman dan data lain, semuanya
merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk
kepentingan klien. Penggunaan data/ informasi untuk keperlian riiset atau
pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas kien di rahasiakan.
b.
Penyampaian informasi klien kepada keluarga
atau kepada anggota profesi lain membutuhka persetujuan klien.
c.
Penggunaan informasi tentang klien dengan
anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk
kepentingan klien dan tidak meruikan klien.
d.
Keterangan mengenai informasi profesional hanya
boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan
menggunakanya.
3.
Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan.
a.
Konselor wajib menangani klien selama ada
kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor.
b.
Klien sepenuhnya berhk mengakhiri hubungsn
dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang
kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubugan apabila klien
ternyata tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.
4.
Hubungan dengan Klien.
a.
Konselor wajib menghormati harkat, martabat,
integritas dan keyakinan klien.
b.
Konselor wajib menempatkan kepetingan klienya
di atas kepentingan pribadinya.
c.
Dalam melakukan tugasnya konselor tidak
mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau
status sosial ekonomi.
d.
Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan
bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.
Konselor wajib memberikan bantuan kkepada
siapapun lebih-lebih dalam keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
f.
Konselor wajib memberikan pelayanan hingga
tuntas sepanjang dikehendaki oleh klien.
g.
Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat
hubungan yang sedang dibinadan batas-batas tanggung jawab masig-masing
dalam hubungan profesional.
h.
Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada
klien, apabila timbul masalah dalam kesitiaan ini, maka wajib diperhatikan
kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai
konselor.
i.
Konselor tidak bisa memberikan bantuan kepada
sanak keluarga, teman-teman karibnya, sepanjang hubunganya profesional.
5.
Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
Dalam rangka pemberian pelayanan kepada seorang
klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia wajib
berkonsultasi dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus
mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
6.
Alih Tangan Kasus
Yaitu kode etik yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya
dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.[7]
6.
Syarat-syarat untuk Seorang Pembimbing
a.
Seorang
pembimbing harus mengetahui kemampuan yang cukup luas, baik segi teori maupun
praktek.
b.
Di
dalam segi psikologis, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang
bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara psikologis, yaitu adanya
kemantapan atau kestabilan di dalam psikisnya, terutama dalam segi emosi.
c.
Seorang
pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya. Apabila jasmani dan psikisnya tidak
sehat maka hal itu akan menganggu di dalam
menjalankan tugasnya.
d.
Seorang
pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap individu
yang dihadapi. Sikap ini akan menimbulkan
kepercayaan terhadap anak.
e.
Seorang
pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga dapat diharapkan usaha Bimbingan
dan Konseling berkembang kearah yang
lebih sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
f.
Karena
bidang gerak dari pembimbing tidak terbatas pada sekolah saja, makaseorangpembimbingharussupel, ramahtamah,
sopansantun di dalam segala perbuatannya.
g.
Seorang
pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip
serta kode etik Bimbingan dan Konseling
dengan sebaik-baiknya.[8]
C. KENYATAAN PELAKSANAAN PROFESSIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling di Indonesia masih belum mendapatkan apresiasi
yang bagus, kenyataan di lapangan (sekolah) para guru pembimbing banyak
mendapatkan sorotan, kritikan, bahkan tidak sedikit cemoohan. Guru Bimbingan
dan Konseling yang diharapkan mampu membantu siswa dari aspek psikologis,
pengembangan diri, masalah pribadi, masalah belajar, masalah sosial, dan
masalah karir justru malah menjadi polisi sekolah, satpam sekolah, atau bahkan
tukang cukur sekolah, yang kerjaannya menghukum siswa yang terlambat,
menggunting rambut siswa yang terlalu panjang, dan banyak lagi tugas-tugas guru
BK yang sangat jauh dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru BK/
Konselor.
Permasalahan tersebut tidak hanya dari kualitas tenaga bimbingan dan
konseling, namun juga dari segi sarana dan prasarana bimbingan dan konseling
yang disiapkan oleh sekolah. Ruangan bimbingan dan konseling acap kali hanyalah
ruangan-ruangan parasit yang menumpang pada ruang guru atau ruang tata usaha.
Bahkan juga kadang gudang-gudang yang tidak terpakailah yang kemudian disulap
menjadi ruangan BK tanpa memperhatikan lagi standar ruang bimbingan dan
konseling yang seharusnya. Selain itu munculnya persepsi negatif tentang BK
adalah karena tidak diketahuinya fungsi,
arah dan tujuan bimbingan di sekolah atau tidak disusunnya program BK
secara terencana. Dapat juga disebabkan oleh ketidaktahuan akan tugas, peran,
fungsi, dan tanggung jawab guru BK itu sendiri.
Keberadaan guru BK yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
bimbingan dan konseling sebenarnya telah disadari oleh pemerintah. Terbukti,
melalui Kementrian Pendidikan Nasional, pemerintah menerbitkan Permendiknas No.
27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Pada peraturan tersebut tercantum sejumlah peraturan khusus untuk konselor di
sekolah. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat
sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan
kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian penyelenggara
pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan
standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.
Dengan adanya peraturan tersebut maka guru Bimbingan dan konseling yang
ada di sekolah harus berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling. Hal
ini tentu saja akan berimplikasi pada perbaikan kualitas pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah oleh para konselor profesional. Pada peraturan
tersebut juga dijelaskan bahwa Penyelenggara pendidikan yang satuan
pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah
Peraturan Menteri ini mulai berlaku. Artinya, di tahun 2013 ini guru yang
bertugas sebagai konselor sekolah di seluruh Indonesia harus benar-benar
mempunyai kualifikasi akademik yang dibuktikan dengan latar belakang pendidikan
bimbingan dan konseling.
Pada tahun 2003, eksistensi BK semakin baik dan mulai diperhatikan. UU
No. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6 menyebutkan
bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Isu profesionalisasi hampir mengenai semua jenis profesi, setiap profesi
dituntut meningkatkan mutu layanan, kinerja dan kualitas tenaga profesinya.
Profesionalitas sebuah profesi dapat dilihat dari sertifikasi, akreditasi,
sistem pendidikan dan latihan profesi, dan lembaga/organisasi profesi yang
menjadi identitas sebuah profesi, faktor-faktor tersebut yang nantinya akan
menumbuhkan kepercayaan publik pada
sebuah profesi termasuk profesi bimbingan dan konseling.
Terhitung sampai tahun 2003, baru
sekitar 10 persen konselor yang memperoleh sertifikat resmi dari Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Artinya, hanya 183 orang itu yang
berhak menyelenggarakan bimbingan konseling dan pelatihan bagi masyarakat umum
secara resmi.
Secara hukum bagi para konselor sekolah tidak memerlukan sertifikasi
dari ABKIN, dengan mengantongi gelar kesarjaan S-1 pada program pendidikan
bimbingan dan konseling, memberikan asas legal bagi para konselor sekolah untuk
memberikan layanan bimbingan konseling di sekolah. Namun di lapangan sekarang
ini masih banyak ditemui sejumlah sekolah yang tidak memiliki konselor sekolah
yang mempunyai pendidikan bimbingan dan konseling. Disinilah perlunya para
konselor memahami aspek politik yang mengatur kebijakan profesi, ABKIN
seharusnya bekerjasama dengan pemerintah untuk melindungi profesi bimbingan dan
konseling, dalam hal menyeleksi para calon konselor sekolah.[9]
D.
USAHA-USAHA PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
Untuk menyempurnakan profesi BK, maka perlu dilakukan beberapa
pengembangan yang mana pengembangan yang dilakukan meliputi :
1.
Standarisasi pekerjaan sebagai unjuk diri konselor
Banyak orang menganggap bahwa pekerjaan konselor dapat dilakukan
oleh siapa saja , asalkan mereka mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu
mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh murid.
Namun sebenarnya pekerjaan BK memerlukan keahlian yang khusus
dimiliki oleh seorang konselor , sebab dalam profesi BK memiliki asas-asas dan
landasan yang memerlukan penguasaan dan pemahaman yang baik oleh konselor agar
mereka dapat memberikan pelayanan yang tepat.
Di Indonesia sendiri pelayanan konselor belum memiliki standar
kompetensi yang berlaku secara menyeluruh , namun usahanya sudah pernah
dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) dalam konvensi ke VII
di Denpasar (1989) dan semakin diperkuat lagi dalam konvensi ke VIII yang
dilaksanakan di Padang (1991) yang menghasilkan 225 butir kesepakatan mengenai
bimbingan yang dilakukan kepada siswa di Indonesia. Ke 225 butir layanan tersebut
sudah terinci namun dalam pelaksanaannya masih memerlukan pengkajian yang
mendalam apakah layanan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan lapangan ,
sehingga masih terbuka kemungkinan apakah ke-225 butir tersebut masih bisa
ditambah atau dikurangi.
2.
Standarisasi Penyiapan Konselor
Yang dimaksud standarisasi penyiapan konselor adalah menyiapkan
konselor untuk memahami dan mengerti akan tugas-tugas sebagai konselor dan
mampu menjalankan tugasnya tersebut. Untuk mencapai hal tersebut maka dilakukan persiapan
kepada konselor melaui pendidikan dalam jabatan, pendidikan diperguruan tinggi
, pelatihan-pelatihan , training , studi banding , dan segala yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan konselor. Penyiapan konselor sendiri
paling optimal dilakukan di perguruan tinggi , sebab diperguruan tinggi materi
yang diberikan sudah terstruktur dan dapat dilakukan secara berkesinambungan
sehingga dapat dimengerti oleh mahasiswa calon guru konselor.
3.
Penerimaan
Peserta Didik Untuk Calon Konselor
Seleksi penerimaan peserta didik merupakan
tahap yang paling penting dalam penyiapan tenaga konselor. Penyipan tenaga
konselor sangat dibutuhkan sebab hasil yang baik diperoleh dari penyiapan bibit
yang baik, yaitu tenaga calon konselor. Untuk menyiapakn calon tenaga konselor
yang baik ialah calon tenaga tersebut harus memiliki keterampilan, pengetahuan,
dan sikap yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Keterampilan, pengetahuan,
dan sikap itu didapatkan melalui pendidikan yang berlangsung dalam jangka waktu
tertentu. Dengan memiliki kemampuan yang memadai, konselor dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dan mampu memberikan pelayanan konseling sesuai dengan
tahap-tahap perkembangan anak.
Untuk memantapkan unjuk kerja profesi bimbingan dan konseling di tanah
air khususnya pada setting persekolahan, perlu dilakukan pengembangan
profesionalitas bimbingan dan konseling, yang dilakukan oleh
guru pembimbing– konselor sekolah melalui berbagai kegiatan profesi
yang bersifat ilmiah. Beberapa kegiatan ilmiah tersebut, di antaranya:
penelitian, seminar, lokakarya, workshop, pelatihan, diskusi panel, dan
kegiatan sejenis yang berskala lokal, nasional, regional, maupun internasional,
yang secara singkat diuraikan berikut ini :
a.
Penelitian.
Kemampuan dan keterampilan guru pembimbing–konselor dalam
melakukan penelitian sangat menunjang terhadap kualitas pengelolaan pelayanan
bimbingan dan konseling. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan guru
pembimbing–konselor sekolah yang dipublikasikan dalam suatu jurnal
penelitian organisasi profesi bimbingan dan konseling, sangat bermanfaat bagi
dirinya dan teman sejawat untuk melakukan perbaikan khususnya pada praksis
pelayanan bimbingan dan konseling. Kemampuan dan keterampilan
guru pembimbing– konselor sekolah dalam bidang penelitian (research) dapat
ditumbuhkembangkan melalui pelatihan penelitian yang lazimnya dapat
diselenggarakan oleh organisasi profesi ABKIN dan atau organisasi fungsional
MGBK, serta lembaga-lembaga yang relevan.
b.
Seminar.
Kegiatan seminar merupakan salah satu
bentuk kegiatan ilmiah yang diikuti para pembimbing–konselor sekolah
untuk mengembangkan kemampuannya melalui peran serta aktif dalam kegiatan
tersebut. Seminar dengan menghadirkan pembicara pakar bimbingan dan konseling
dari dalam dan di luar negeri serta unsur birokrasi yang dirancang dan
dilaksanakan dengan baik, dapat memberikan hasil perkembangan terbaru dalam
aspek pengetahuan dan teknologi, yang sangat dibutuhkan
guru pembimbing–konselor sekolah untuk meningkatkan kinerjanya.
Kegiatan seminar ini tentunya dibingkai dalam bentuk forum ilmiah yang
memungkinkan parapembimbing–konselor sekolah berperan aktif untuk
mengungkapkan pengalaman dan gagasannya yang terkait dengan peningkatan profesi
bimbingan dan konseling.
c.
Lokakarya dan Workshop.
Kegiatan ini cukup populer dilaksanakan
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
guru pembimbing–konselor sekolah dalam beberapa hal, seperti;
pengembangan perangkat atau piranti bimbingan dan konseling (pengembangan
materi pelayanan BK sebagai konteks, teknik asesmen, multi media atau media
digital, dan piranti BK lainnya). Dalam penyelenggaraan lokakarya dan workshop,
guru pembimbing–konselor sekolah hendaknya tidak sekedar diperlakukan
sebagai peserta, tetapi jauh lebih penting adalah melibatkan mereka sebagai
narasumber. Dengan keterlibatan mereka yang memiliki kapasitas yang dibutuhkan,
diharapkan kegiatan ini dapat memicu guru pembimbing–konselor sekolah
untuk mengembangkan kompetensinya secara berkelanjutan, khususnya untuk
meningkatkan praksis pelayanan bimbingan dan konseling pada
institusinyamasing-masing.
d.
Pelatihan.
Kegiatan ini relevan untuk mengembangkan
kemampuan gurupembimbing–konselor sekolah dalam bidang penelitian,
penulisan karya ilmiah, danketerampilan-keterampilan lain yang menunjang tugas-tugasnya misalnya
kemampuan; memberikan konseling, melakukan kerja sama, melakukan penelitian
tindakan kelas(Classroom Action Research), dan tugas lain seperti
membina siswa dalam bentuk berbagai kegiatan ekstra kurikuler (pramuka,
paskibraka, karya ilmiah remaja, latihan kepemimpinan, jurnalistik, dan
lainnya).
e.
Diskusi panel.
Kegiatan diskusi panel pada dasarnya sama
dengan seminar. Hanya pada diskusi panel, beberapa pembicara / narasumber
mengungkapkan pandangan / gagasannya tentang suatu topik permasalahan / isu
yang diangkat sebagai topik diskusi panel. Dalam kegiatan ini, peran moderator
sangat penting sebagai pengatur jalannya diskusi panel. Di pihak lain para
peserta diskusi panel hendaknya juga terlibat aktif untuk memberikan gagasan
/ pendapat-pendapatnya atas stimuli yang digagas oleh beberapa
narasumber.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam proses bimbingan konseling
dibutuhkan seorang konselor yang professional . seorang dikatakan professional
berarti mempunyai keahlian dan keterampilan di bidangnya. Professional dalam bimbingan konseling harus memperhatikan beberapa hal
:
1.
kompetensi konselor.
2.
Mengetahui tujuan bimbingan konselor.
3.
Mengetahui dan memahami fungsi bimbingan
konseling.
4.
Asas bimbingan konseling.
5.
Kode etik bimbingan konseling.
6.
Syarat –syarat seorang pembimbing.
Untuk memantapkan unjuk kerja profesi bimbingan dan konseling di tanah
air khususnya pada setting persekolahan, perlu dilakukan pengembangan
profesionalitas bimbingan dan konseling, yang dilakukan oleh
guru pembimbing– konselor sekolah melalui berbagai kegiatan profesi
yang bersifat ilmiah. Beberapa kegiatan ilmiah tersebut, di antaranya:
penelitian, seminar, lokakarya, workshop, pelatihan, diskusi panel, dan
kegiatan sejenis yang berskala lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Dengan adanya usaha- usaha tersebut diharapkan bimbingan dan konseling bisa
dikatakan profesinal.
B.
SARAN-SARAN
Setelah penulis menguraikan
kesimpulan diatas maka penulis membutuhkan saran-saran dari pembaca, yang mana
dari saran tersebut dapat membantu adanya perbaikan makalah ini. Dan disarankan
kepada semua pembaca untuk mencari informasi-informasi atau sumber lain mengenai
Profesional dalam BK dan syarat-syarat seorang konselor.
DAFTAR PUSTAKA
·
Budi
Santoso. (2012, 25 September). Definisi Profesional. Diperoleh 20 Maret 2018,
dari https://inisantoso.wordpress.com/2012/09/25/definisi-profesional/
·
Ini
Duniaku. (2015, 17 November). Bimbingan
konseling (profesional dalam BK dan Syarat-syarat seorang konselor). Diperoleh
21 Maret 2018, dari http://sitilutfiahrahmi.blogspot.co.id/2015/11/bimbingan-konseling-profesional-dalam.html
·
Yusuf,LN.,
Dr.Syamsu & Dr.A. Juntika Nurhisan. 2010. Landasan Bimbingan &
Konseling, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
·
Walgito,
Prof. Dr. Bimo. 2010. Bimbingan +Konseling [Studi & Karir],
Yogyakarta : C.V. Andi Offset.
·
Muhamad
Riyadi Nasution. (2014, 03 Januari). Profesionalisme Bimbingan Dan Konseling Di
Sekolah. Diperoleh 20 Maret 2018, dari https://riyadiscorpio.wordpress.com/2014/01/03/profesionalisme-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/
[1] Budi
Santoso. Definisi Profesional, https://inisantoso.wordpress.com/2012/09/25/definisi-profesional/ (diakses 20 Maret 2018)
[2]Ini
Duniaku. Bimbingan konseling
(profesional dalam BK dan Syarat-syarat seorang konselor) http://sitilutfiahrahmi.blogspot.co.id/2015/11/bimbingan-konseling-profesional-dalam.html
(diakses 21 Maret 2018)
[3]Ibid.
Pg.4
[4]Dr.
Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling,
2010. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hal. 13
[5]Ibid.
Pg.6.Hal.16-17
[6]Ibid,
Pg.6.Hal.22-24
[7]Prof. Dr.
Bimo Walgito, Bimbingan +Konseling [Studi & Karir], 2010. Yogyakarta : C.V.
Andi Offset. Hal.36-38.
[8]
Ibid.Pg.13.Hal.40-41
[9]Muhamad
Riyadi Nasution. PROFESIONALISME BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH. https://riyadiscorpio.wordpress.com/2014/01/03/profesionalisme-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/
(diakses 20 Maret 2018)
[10]
Ibid.Pg.17
Wah lengkap sekali, izin saya jadikan referensi untuk tugas saya ya,
BalasHapusBoleh kak, semoga bermanfaat 😊
Hapus