Rabu, 24 Juni 2020

Makalah Tentang Madzhab Pengembangan Kurikulum


MAKALAH
Tentang
Madzhab Pengembangan Kurikulum
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sukabumi Semester 5
Tahun Akademik 2018/2019


 










Disusun oleh :

1.      Muhamad Maulana Handi Sutiawan
2.      Widya Lestari

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
2018









KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji serta syukur hanyalah milik Allah SWT yang memberikan kehidupan serta kenikmatan yang ada pada setiap makhlukNya.  Sholawat beserta salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Pada makalah ini pemakalah akan memaparkan tentang  Madzhab Pengembangan Kurikulum. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI Semester 5 Tahun Akademik 2018-2019. 
Pemakalah menyadari bahwa isi makalah ini jauh dari kesempurnaan, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang.
Semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk pemakalah dan umumnya bagi membaca makalah ini.

Cicurug, Oktober 2018

Pemakalah
Kelompok 3







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB  I  PENDAHULUAN
BAB  II PEMBAHASAN
A.    PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB HUMANISTIK
1.1.Pengertian Kurikulum Humanistik
1.2.Konsep Dasar Kurikulum Humanistik
1.3.Karakteristik Kurikulum Humanistik
B.     PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB KONTRUKSI SOSIAL.
2.1. Definisi Kurikulum Rekonstruksi Sosial
2.2.Komponen-komponen Kurikulum Rekonstrusi Sosial
2.3.Tujuan Kurikulum Rekonstruksi Sosial
C.    PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB SUBJEKTIF AKADEMIK
3.1. Pengertian Kurikulum Subjektif Akademik
3.2.Landasan-landasan Pendidikan
3.3.Pendekatan Kurikulum Subjek Akademis
3.4.Ciri-Ciri Kurikulum Dengan Pendekatan Subjek Akademis
3.5.Aplikasi Pendekatan Subjek Akademis Dalam Pengembangan Kurikulum PAI
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan proses pengalaman pembelajaran yang dirancang atau direncanakan yang telah melalui pembimbingan serta hasil pembelajaran yang diinginkan yang telah dibentuk secara sistematik melalui pembinaan semua materi yang ada dan pengalaman di sekolah, sehingga guru dapat dituntut tanggung jawabnya terhadap kurikulum yang telah ada.
Penafsiran konsep kurikulum bagi peneliti dan praktisi pendidikan dapat berbeda satu sama lain. Secara umum, konsep kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu spesifik rangkaian pengetahuan, keterampilan dan kegiatan untuk disampaikan kepada siswa. Penafsiran lain, konsep kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang direncanakan sebagai panduan guru untuk mengajar dan siswa untuk belajar.
Model konsep atau madzhab kurikulum sangat mewarnai pendekatan yang diambil dalam pengembangan kurikulum. Sebagai kajian teoritis, model konsep kurikulum merupakan dasar pengembangan kurikulum. Atau dengan kata lain, pendekatan pengembangan kurikulum didasarkan atas konsep-konsep kurikulum yang ada.
Perkembangan konsep kurikulum selalu mengikuti perkembangan zaman dan pada setiap negara sangat terkait dengan kebijakan yang diambil oleh penguasa. Khususnya di Indonesia, kurikulum selalu mengalami perubahan. Pada saat ini telah muncul Kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 yang terakhir yaitu Kurikulum 2013. Sesuai dengan tuntunan zaman sekarang ini yang mengharuskan setiap manusia siap, otomatis pendidikan mmempunyai peranan yang amat penting.Pastinya baik, bermutu tidaknya sebuah institusi pendidikan sangat bergantung pada system kurikulumnya.





B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja madzhab pengembangan Kurikulum ?
2.      Bagaimana pengertian dan penggunaan pengambangan kurikulum menurut madzhab pengembangan kurikulum ?
3.      Apa landasan adanya masing-masing madzhab pengembangan kurikulum ?

C.    TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1.      Sebagai salah satu referensi materi mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
2.      Sebagai kajian materi untuk diskusi mengenai Madzhab Pengembangan Kurikulum
3.      Tugas Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI di STAI Sukabumi Tahun Akademik 2018-2019.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB HUMANISTIK
1.1.Pengertian Kurikulum Humanistik
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan tertentu sedangkan humanistik berasal dari kata humanis yang secara etimologis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik. Humanis juga di definisikan sebagai faham yang menganut bahwa manusia adalah subjek terpenting lalu kaitannya dengan kurikulum, bahwa yang di maksud dengan kurikulum humanistik adalah kurikulum yang berorientasikan pada perkembangan keperibadian, sikap, emosi/perasaan peserta didik.

1.2.Konsep Dasar Kurikulum Humanistik
Kurikulum Humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J Rousseau (Romantic education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang utama dan pertama dalam pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama di pegang oleh guru. Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks dan akrab. Berkat situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri.  Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa) dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan konfluen, kritikisme radikal dan mistikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus merespon secara utuh (baik segi pikiran, perasaan maupun tindakan) terhadap kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan.
Kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya.
Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan dan budi pekerti.

1.3.Karakteristik Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman (pengetahuan-red) berharga untuk membeantu memperlancar perkembangan pribadi murid. bagi mereka tujuan pendidikanadalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang di arahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar semua itu merupakan bagian dari cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person) seorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek kognitif, estetika, maupun moral, seorang dapat bekerja dengan baik bila memiliki karakter yang baik pula. Kurikulum humanistik memiliki beberapa karakteristik yang tidak lepas darikarakteristik pendidikan humanis, diantaranya adalah :
1.      Tujuan
Ahli humanis mempercayai fungsi kurikulum memberikan pengalaman secara interinsik tercapainya perkembangan dan kemerdekaan peribadi. Bagi mereka yaitu memandang tujuan pendidikan sebagai peroses dinamika peribadi yang berhubungan dengan integrasi dan otonomi peribadi yang ideal.
2.      Metode
Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional antara guru dan anak didik melalui suasana belajar yang menyenangkan. Guru mendorong para siswa untuk saling mempercayai dalam peroses belajar mengerjakan sesuatu yang mereka tidak ingin melakukan.
3.      Organisasi
Organisasi kurikulum humanistik terletak dalam integrasi. Bertujuan untuk mengatasi kurikulum teradisonal yang berorientasi pada materi yang gagal dalam menghubungkan psikologi anak. Karena itu kurikulum humanistik tidak selalu menekankan aspek sekuensial dalam organisasi materinya.
4.      Evaluasi
Kurikulum humanistik lebih mengutamakan peroses dari pada hasil artinya apakah aktivitas belajar yang dapat membantu anak didik menjadi manusia yang lain terbuka dan mandiri. Dalam evalusi kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan membantu para sisiwa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.



B.     PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB REKONTRUKSI SOSIAL
2.1.Definisi Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial dapat diartikan sebagai model kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat. Adanya kurikulum ini dimulai sekitar tahun 1920-an yang dikemukakan oleh Herold Rug. Kurikulum ini timbul karena Herold Rug memandang adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Sebenarnya, kurikulum merupakan sesuatu yang hidup, dinamis, yang mengikuti perkembangan masyaraka. Oleh karena itu, kurikulum tidak boleh lepas dari masyarakat. Sehingga dengan adanya pengertian tersebut, maka keberadaan kurikulum harus dapat mengakomodasi semua problem yang dihadapi masyarakat, sehingga pada dasarnya kurikulum rekonstruksi sosial berpendapat bersama, interaksi, dan kerja sama. Adapun bentuk interaksi dan kerja sama bisa saja terjadi antara guru dengan murid, siswa dengan siswa, ataupun antara siswa dengan orang-orang di lingkungannya.
Kurikulum rekonstruksi sosial berharap dengan adanya kerja sama dan interaksi, siawa atau peserta didik dapat berusaha memecahkan masalah, baik masalah yang ada pada dirinya sendiri atau masalah-masalah sosial yang sehingga dapat membentuk dan menciptakan masyarakat yang baik.
Menurut Herrick, ada 3 macam sumber kurikulum yaitu: pengetahuan, masyarakat, serta individu yang dididik.  Jika keberadaan masyarakatdianggap sebagai salah satu sumber kurikulum, hendaknya tidak berlebihan adanya sekolah merupakan salah astu agen atau pusat amsyarakat dalam meneruskan warisan - warisan kebudayaan, dan sekolah juga berfungsi sebagai wahana dan tempat untuk memecahkan masalah-masalah masyarakat. Dengan adanya implementasi kurikulum rekonstruksi sosial, siswa dapat belajar untuk memecahkan masalah yang ada dimasyarakat dengan tidak menghilangkan sikap kerja sama dan hubungan yang baik antar sesama.
Tak jauh beda dengan kurikulum yang lain, janis kurikulum rekonstruksi sosial ini juga mempunyai peranan pada proses pembelajaran. Menurut kamus ilmiah populer, rekonstruksi berarti penyusunan kembali, pengulangan kembali (seperti semula), peragaan (contoh). Sehingga dalam kurikulum rekonstruksi sosial itu berisi tentang program, dapat pula berisi hal-hal yang diharapkan akan dapat dipelajari siswa untuk menghadapi tantangan, ancaman, hambatan yang dialami pada lingkungan sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial ini juga mempunyai fungsi seperti kurikulum pada umumnya. Alexander Inglis, menyatakan bahwa fungsi kurikulum adalah:
a.       Penyesuaian
b.      Pengintegrasian
c.       Referensiasi
d.      Persiapan
e.       Pemilihan
f.        Diagnostik.
Dengan adanya beberapa fungsi kurikulum  tersebut, di harapkan implementasi di kurikulum rekonstruksi soisal dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan Langgunung dalam buku Asas-Asas Pendidikan Islam, beliau menyebutkan bahwa kurikulum semestinya mencakup pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian baik yang berada di dalam ataupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidikan saat ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengajar agar dapat mengajar dengan secara maksimal sehingga dapat menghasilkan output yang dapat bersaing dalam lingkungan sosial. Sekolah sebagai salah satu institusi sosial yang bergerak dibidang pendidikan, setidaknya mempunyai peranan yang sangat penting, yakni: peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif.
Sebagai sebuah pedoman bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar, kurikulum merupakan rencana dan program yang tertulis. Karena merupakan pedoman tersebut, minimal guru dapat menentukan beberapa hal yaitu:
a.       Merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa.
Dengan adanya perumusan tujuan dan kompetensi yang jelas dalam proses belajar mengajar, guru akan mudah menentukan dan merencanakan berbagai macam program pembelajaran.
b.      Menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan penguasaan kompetensi
c.       Menyusun strategi pembelajaran untuk guru dan siswa sebagai upaya pencapaian tujuan
d.      Menentukan keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi.

2.2.Komponen-komponen Kurikulum Rekonstrusi Sosial
Komponen dapat diartikan bagian, sehingga komponen kurikulum rekonstruksi sosial dapat idartikan bagian-bagian yang ada di dalam kurikulum rekonstruksi sosial. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
a.       Tujuan dan isi kurikulum
Adapun tujuan dan isi kurikulum adalah:
1)      Mengadakan survey
2)      Mengadakan studi tentang hubungan sebuah program
3)      Mengadakan studi latar belakang
4)      Mengkaji praktek program
5)      Menetapkan rencana
6)      Mengevaluasi semua rencana
b.      Metode
Dalam proses pengjaran kurikulum rekonstruksi sosial, para pengembang kurikulum dan para pengajar berusaha mencari keselarasan antar tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Metode dapat juga disebut strategi dalam proses pembelajaran yang lebih identik pada peralatan atau alat peraga untuk menunjang prose mengajar. Tetapi pada hakikatnya, strategi pengajaran tidak tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan tentang strategi atau metode pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran. Dengan kata lain, strategi pengajaran mengatur seluruh komponen baik pokok maupun penunjang dalam sistem pengajaran.
c.       Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari penerapan kurikulum tersebut dalam proses belajar mengajar. Evaluasi tidak hanya menilai apa saja yang telah dikuasai dan difahami siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.

2.3.Tujuan Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum harus bersifat lebih fleksibel. Seharusnyakurikulum tidak hanya berkutat pada persoalan pendidikan yang ada di sekolah saja, seharusnya kurikulum juga memperhatikan problem dan masalah yang ada di masyarakat sebagai upaya kehidupan masa datang yang semakin maju. Keberadaan problem dan masalah sosial harus dianggap sebagai tuntutan dan masalah dalam penerapan kurikulum di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Adanya pertanyaan apakah kurikulum bersifat mengembangkan kualitas peserta didik yang diharapkan dapat memperbaiki masalah dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun masyarakat baru yang diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang berbeda.
Dengan adanya pandangan tersebut, maka adanya kurikulum rekonstruksi sosial diharapkan dapat membantu masalah pendidik. Tujuan utama dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan yang ada pada diri manusia. Hal ini merupakan bidang garapan pada studi sosial yang meliputi bidang ekonomi, sosialogi, psikologi, estetika, dll.
Pada dasarnya kurikulum merupakan jantung pendidikan, artinya semua gerak kehidupan pendidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan oleh kurikulum. Kehidupan disekolah adalah kehidupan yang di rancang berdasarkan apa yang diinginkan kurikulum.
Dalam pendidikan, terdapat faktor yang hendak ditempuh oleh pendidik. Menurut Sutari Imam Barnadid, bahwa perbuatan mendidik dan dididik memuat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan, yaitu:Adanya tujuan yang hendak dicapai.
1.      Adanya subyek manusia (pendidik dan anak didik) yang melakukan pendidikan
2.      Yang hidup bersama dalam lingkungan hidup tertentu
3.      Yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
Dengan adanya pendapat tokoh tentang faktor-faktor tersebut, maka dapat diketahui bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang sistematis sehingga antara faktor yang satu dan yang lainnya sangatlah berhubungan dan mempengaruhi.
Pada kenyataannya, masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam adanya sekolah karena masyarakat dapat menjadi salah satu sumber evaluasi atas output yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan. Ciri yang palaing utama dalam masyarakat adalah mengalami perubahan yang signifikan. Dan adanya perubahan tersebut adalah akibat dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju dan juga dapat diterapkan dalam berbagai macam bidang salah satunya dalam bidang sosial dan teknologi. Adanya perubahan yang signifikan, hebat dan cepat dalam masyarakat memberikan tugas yang lebih luas dan lebih berat kepada sekolah. Sehingga dengan adanya kurikulum rekonstruksi sosial ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah dan problem yang ada dalam masyarakat, yang masalah – masalah tersebut timbul karena berbagai macam hal dan salah satunya karena perkembangan ilmu pengetahuan seperti yang telah disampaikan diatas.
“Agent Of Change” adalah salah satu fungsi dari sekolah. Dengan adanya fungsi tersebut maka sekolah harus dapat berperan untuk memajukan masyarakat dan dapat sebagai media yang dapat merubah masyarakat. Perubahan tersebut hendaknya tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan tetapi dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga sekolah merupakan alat yang paling tepat dalam rangka untuk me-rekonstruksi atau merubah masyarakat. Tentunya perubahan yang dibawa oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah perubahan melalui pendidikan dan pengajaran.
Oleh sebab itu, tujuan inti dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah agar dapat merubah pandangan dan perilaku yang ada dimasyarakat menjadi lebih baik dan juga sebagai wahana belajar dalam berusaha mengatasi masalah – masalah yang ada di msyarakat. Keberadaan teknologi yang semakin maju merupakan hal yang sangat menggembirakan, tetapi perlu diingat bahwa segala sesuatu perubahan menimbulkan efek positif dan negatif. Jika efek positif akan membawa nilai lebih baik dan akan berdampak kemajuan, tetapi jika menimbulkan efek negatif akan menimbulkan nilai lebih buruk dan akan berdampak kemunduran sehingga menimbulkan masalah. Efek negatif yang menimbulkan masalah inilah yang menjadi bidang garapan dari kurikulum rekonstruksi sosial. Tetapi walaupun adanya kurikulum rekonstruksi sosial sangat penting tetapi kurikulum ini tidak menuntut untuk di buat sebagai bidang mata pelajaran tersendiri. Kurikulum rekonstruksi sosial ini dapat dimasukkan dalam bidang – bidang ilmu pelajaran sosial seperti IPS, sejarah, antropologi, hukum, dll. Karena bidang mata pelajaran sosial adalah interaksi dengan masyarakat, maka sangat cocok jika adanya kurikulum rekonstruksi sosial ini dimasukkan dalam mata pelajaran sosial. Sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa ‘kurikulum tidak boleh lepas dari masyarakat’.

C.    MADZHAB PENGEMBANGAN KURIKULUM SUBJEKTIF AKADEMIS
3.1.Pengertian Kurikulum Subjektif Akademik
Kurikulum Subjek Akademik seperti yang diungkapkan oleh Erekson (1992) dalam  Journal of Technology Education Vol. 3 No. 2, Spring 1992 bersumber dari pendidikan klasik, perenialisme dan esensialisme, berorientasi kepada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai budaya masa lalu kepada generasi baru.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai isi atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian terbesar dari isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Isi pendidikan diambil dari disiplin-disiplin ilmu. Pelajaran IPS diambil dari disiplin Ilmu Sosial, IPA diambil dari disiplin Ilmu alam, dan sebagainya. Para ahli, sesuai dengan bidang disiplinnya, telah mengembangkan ilmu-ilmu tersebut secara sistematis, logis, dan solid.

3.2.Landasan-landasan Pendidikan
Landasan Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya.
1.      Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua ini berkaitan dengan pandangan filosofis tertentu. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep mengenai kehidupan dan dunia. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia, apakah pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat manusia. Karena manusia adalah makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk personalitas, makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi.
a.       Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan realisme secara eklektis. Mazab ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki (essensial), yaitu liberal arts. Yang termasuk the liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, meatematika, sejarah dan seni.
b.      Perenialisme
Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian atau ketetapan atau kehikmatan (perennial = konstan). Yang abadi adalah :
1.      pengetahuan yang benar,
2.      keindahan, dan
3.      kecintaan kepada kebaikan.
Prinsip-prinsip pendidikannya :
1.      pendidikan yang abadi,
2.      inti pendidikan mengembangkan keunikan manusia yaitu kemampuan berfikir,
3.      tujuan belajar mengenalkan kebenaran abadi dan universal,
4.      pendidikan merupakan persiapan bagi hidup yang sebenarnya,
5.      kebenaran abadi diajarkan melalui pelajaran dasar, yang mencakup bahasa, matematika, logika, IPA dan sejarah.
c.       Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme mazab filsafat yang menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis. Progredivisme mazab filsafat yang menginginkan kemajuan, mengkritik, essensialisme dan perenialisme karena mengutamakan pewarisan budaya masa lalu, menggunakan prinsip pendidikan antara lain:
-          anak hendaknya diberi kebebasan,
-          gunakan pengalaman langsung,
-          guru bukan satu-satunya,
-          sekolah hendaknya progresif menjadi laboratorium untuk   melakukan berbagai pembaharuan pendidikan dan  eksperimentasi.
d.      Rekonstruksionisme
Mazab rekonstruksionisame merupakan kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini berpandangan bahwa pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
2.      Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa manusia selalu hidup bersama dengan manusia lain. Kajian-kajian sosiologis telah dikemukakan pada waktu membahas hakikat masyarakat. Masyarakat dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan bawah.
3.      Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang.
Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh   dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah:
a.       kebudayaan menjadi kondisi belajar,
b.      kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu,
c.       kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan
d.      adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan.
Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.
4.      Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda dengan bangsa Amerika (Barat), maka pendidikan menggunakan landasan psikologis.

5.      Landasan Ilmiah dan Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media pendidikan. IPTEKS yang selalu berkembang dengan pesat harus diikuti terus oleh pendidikan, sebab kalau tidak maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan dengan IPTEKS yang sudah berkembang di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan mengembangkan ilmu (epistemologi) dibahas dalam pendidikan, hingga pemanfaatan ilmu bagi umat manusia, kaitan ilmu dengan moral, politik, dan sosial menjadi tugas pendidikan.

3.3.Pendekatan Kurikulum Subjek Akademis
Model kurikulum ini adalah model yang tertua, sejarah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik parenialisme dan esensialisme yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru.
Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis dan solid. Para pengembang kurikulum tidak perlu susah-susah menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam bidang-bidang studi yang diajarkannya. Lebih jauh guru dituntut bukan hanya menguasai materi pendidikan, tetapi ia juga menjadi model bagi para siswanya.
Karena kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika dan sebagainya. Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran atau mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Menurut Sukamadinata, salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan struktur ini adalah MACOS (Man: A Course of Study), yang merupakan kurikulum sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman, permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas dengan pengarahan dan bimbingan Bruner.
Para pengembang kurikulum mengharapkan anak-anak dapat menggali faktor-faktor penting yang akan menjadikan manusia sebagai manusia. Melalui perbandingan dengan binatang, anak mengetahui keadaan biologis manusia. Dengan membandingkan manusia dari suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, anak-anak akan mempelajari aspek-aspek universal dari kebudayaan manusia.
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.  Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.
Terdapat tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek akademis;
1)      Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya.
2)      Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah, dan problema-problema yang ada. ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan.
a.       Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan yang dapat terdiri atas ide atau konsep besar yang dapat mencakup semua ilmu atau suatu proses kerja ilmu, fenomena alam, atau masalah sosial yang membutuhkan pemecahan secara ilmiah.
b.      Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu. Kegiatan belajar melibatkan isi dan proses dari satu atau beberapa ilmu sosial atau perilaku yang mempunyai hubungan dengan tema yang dipilih/dikerjakan.
c.       Menyatukan berbagai cara/metode belajar. kegiatan belajar ditekankan pada pengalaman konkrit yang bertolak dari minat dan kebutuhan murid serta disesuaikan dengan keadaan setempat.
3)      Pendekatan ketiga adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial dan lain-lain  dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.
Jadi pendekatan subjek akademis adalah pendekatan pengembangan kurikulum yang menitiktekankan pada struktur ilmu dan sistematisasinya. Walaupun pendekatan ini mempunyai berbagai cabang pendekatan, namun intinya tetap sama, yaitu mengembangkan kurikulum dengan terlebih dahulu menetapkan mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik.

3.4.Ciri-Ciri Kurikulum Dengan Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis ini adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Dengan berpengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, para siswa diharapkan memiliki konsep-konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas.[8] Jadi para siswa harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya. Siswa harus menguasai apa yang sudah ada, yang berupa khasanah ilmu pengetahuan dari berbagai pakar, sebagaimana yang tertuang dari buku.
Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum dengan pendekatan subjek akademik adalah metode ekspositori dan inkuiri.[9] Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun dengan sistematis dan diberi ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dengan metode yang penulis sebutkan di atas, diharapkan siswa akan menjadi lebih mengerti tentang materi dan bisa mengkaji materi juga menemukan solusi atas problematikanya sendiri.
Mengenai isi kurikulum, siswa rata-rata mempelajari buku-buku standar yang telah terkodifikasi sejak lama, atau bahkan kitab-kitab klasik untuk memperkaya pengetahuan, serta memahami budaya masa lalu dan mengerti keadaan masa kini. Sukamadinata menyebutkan beberapa pola organisasi kurikulum dengan pendekatan subjek akademis:
·                     Correlated Curriculum: pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
·                     Unified atau Concentrated Curriculum: pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai disiplin ilmu.
·                     Integrated Curriculum,: tidak adanya warna disiplin ilmu.
·                     Problem Solving curriculum; pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan dari berbagai mata pelajaran/disiplin ilmu
Tentang masalah evaluasi, kurikulum dengan pendekatan subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian daripada test objektif. Bidang studi tersebut membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi dan integrasi secara menyeluruh. Bidang studi seni yang sifatnya ekspresi membutuhkan penilaian subjektif yang jujur, disamping standar keindahan dan cita rasa. Lain halnya dengan matematika, nilai tertinggi diberikan bila siswa menguasai landasan aksioma serta cara penghitungannya benar. Dalam ilmu kealaman penghargaan tertinggi bukan hanya diberikan kepada jawaban yang benar tetapi juga pada proses berpikir yang digunakan siswa.


3.5.Aplikasi Pendekatan Subjek Akademis Dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek al-Qur'an/hadits, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran al-Qur'an hadits, fiqih, aqidah akhlak dan sejarah kebudayaan Islam.
Terdapat kedudukan dan hubungan yang erat antara mata pelajaran tersebut, yaitu: al-Qur'an hadits merupakan sumber utama ajaran Islam dalam arti sumber aqidah, syariah dan akhlak, sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Aqidah atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah dan akhlak bertitik tolak dari aqidah, dalam arti sebagai manifestasi dan konsekuensi dari aqidah. Syariah merupakan sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Dalam hubungannya dengan Allah diatur dalam ibadah dalam arti khas dan dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lainnya diatur dalam muamalah dalam arti luas.
Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh. Sedangkan tarikh Islam merupaan perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyari'ah dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi aqidah.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan berdasarkan sistematisasi disiplin ilmu. Misalnya, untuk aspek keimanan atau mata pelajaran aqidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid, aspek/mata pelajaran al-qur'an menggunakan sistematisasi ilmu al-qur'an atau ilmu tafsir, akhlak menggunakan sistematisasi ilmu akhlak, ibadah/syari'ah/muamalah menggunakan sistematisasi ilmu fiqih dan tarikh menggunakan sistematisasi ilmu sejarah Islam. Masing-masing aspek/mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik tersendiri, yang dapat dipergunakan untuk pengembangan dan pembinaan terhadap Peserta didik.

BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan tertentu sedangkan humanistik berasal dari kata humanis yang secara etimologis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik.
Ada beberapa madzhab dalam pengembangan kurikulum diantaranya : Madzhab Humanistik, madzhab rekontruksi sosial, dan madzhab subjektif akademik.

B.     SARAN
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami mohon kritik dan saran dari pembaca guna memperbaiki di masa selanjutnya.








DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah, 2007, Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Al-Insan.
Nasution, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran KompetensiJakarta: Bumiaksara.
Sanjaya, Wina, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Sukmadinata, Nana, 1997, Pengembangan kurikulum teori dan peraktekBandung: Kusuma Karya.


Konsideran Musyawarah Ambalan

  KEPUTUSAN MUSYAWARAH AMBALAN PRABU KIANSANTANG GUGUS DEPAN 16.163 TAHUN 2016 NOMOR : 01/Muba/2016 TENTANG PERNYATAAN KUORUM ...