MAKALAH
Tentang
Madzhab Pengembangan Kurikulum
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum
PAI
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sukabumi Semester 5
Tahun Akademik 2018/2019
Disusun oleh :
1.
Muhamad Maulana Handi Sutiawan
2.
Widya Lestari
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
2018
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji serta syukur hanyalah milik Allah SWT yang memberikan
kehidupan serta kenikmatan yang ada pada setiap makhlukNya. Sholawat beserta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Pada makalah ini pemakalah akan memaparkan tentang Madzhab Pengembangan Kurikulum.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
Semester 5 Tahun Akademik 2018-2019.
Pemakalah menyadari bahwa isi makalah ini jauh dari kesempurnaan,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
mendatang.
Semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk pemakalah dan umumnya
bagi membaca makalah ini.
Cicurug, Oktober 2018
Pemakalah
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.
PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB HUMANISTIK
1.1.Pengertian Kurikulum Humanistik
1.2.Konsep Dasar Kurikulum Humanistik
1.3.Karakteristik Kurikulum Humanistik
B.
PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB KONTRUKSI SOSIAL.
2.1. Definisi Kurikulum Rekonstruksi Sosial
2.2.Komponen-komponen Kurikulum Rekonstrusi Sosial
2.3.Tujuan Kurikulum Rekonstruksi Sosial
C.
PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB SUBJEKTIF AKADEMIK
3.1. Pengertian Kurikulum Subjektif Akademik
3.2.Landasan-landasan Pendidikan
3.3.Pendekatan Kurikulum Subjek Akademis
3.4.Ciri-Ciri Kurikulum Dengan Pendekatan Subjek Akademis
3.5.Aplikasi Pendekatan Subjek Akademis Dalam Pengembangan Kurikulum
PAI
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan proses
pengalaman pembelajaran yang dirancang atau direncanakan yang telah melalui
pembimbingan serta hasil pembelajaran yang diinginkan yang telah dibentuk
secara sistematik melalui pembinaan semua materi yang ada dan pengalaman di
sekolah, sehingga guru dapat dituntut tanggung jawabnya terhadap kurikulum yang
telah ada.
Penafsiran konsep kurikulum bagi
peneliti dan praktisi pendidikan dapat berbeda satu sama lain. Secara umum,
konsep kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu spesifik rangkaian
pengetahuan, keterampilan dan kegiatan untuk disampaikan kepada siswa.
Penafsiran lain, konsep kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian
kegiatan yang direncanakan sebagai panduan guru untuk mengajar dan siswa untuk
belajar.
Model konsep atau madzhab kurikulum
sangat mewarnai pendekatan yang diambil dalam pengembangan kurikulum. Sebagai
kajian teoritis, model konsep kurikulum merupakan dasar pengembangan kurikulum.
Atau dengan kata lain, pendekatan pengembangan kurikulum didasarkan atas
konsep-konsep kurikulum yang ada.
Perkembangan konsep kurikulum selalu
mengikuti perkembangan zaman dan pada setiap negara sangat terkait dengan
kebijakan yang diambil oleh penguasa. Khususnya di Indonesia, kurikulum selalu
mengalami perubahan. Pada saat ini telah muncul Kurikulum 2006 atau kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari
Kurikulum 2004 yang terakhir yaitu Kurikulum 2013. Sesuai dengan tuntunan zaman
sekarang ini yang mengharuskan setiap manusia siap, otomatis pendidikan
mmempunyai peranan yang amat penting.Pastinya baik, bermutu tidaknya sebuah
institusi pendidikan sangat bergantung pada system kurikulumnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa saja madzhab pengembangan Kurikulum ?
2.
Bagaimana pengertian dan penggunaan pengambangan kurikulum menurut
madzhab pengembangan kurikulum ?
3.
Apa landasan adanya masing-masing madzhab pengembangan kurikulum ?
C.
TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1.
Sebagai salah satu referensi materi mata kuliah Pengembangan
Kurikulum PAI
2.
Sebagai kajian materi untuk diskusi mengenai Madzhab Pengembangan
Kurikulum
3.
Tugas Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI di STAI
Sukabumi Tahun Akademik 2018-2019.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB HUMANISTIK
1.1.Pengertian Kurikulum Humanistik
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan tertentu
sedangkan humanistik berasal dari kata humanis yang secara etimologis adalah
orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang
lebih baik. Humanis juga di definisikan sebagai faham yang menganut bahwa
manusia adalah subjek terpenting lalu kaitannya dengan kurikulum, bahwa yang di
maksud dengan kurikulum humanistik adalah kurikulum yang berorientasikan pada
perkembangan keperibadian, sikap, emosi/perasaan peserta didik.
1.2.Konsep Dasar Kurikulum Humanistik
Kurikulum Humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan
humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi
(personalized education) yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J
Rousseau (Romantic education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada
siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang utama dan
pertama dalam pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya
kemampuan dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang
pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang
menyeluruh.
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang
lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama di pegang oleh guru.
Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu
upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks dan akrab. Berkat situasi
tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah
menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan
mengembangkan pemecahan sendiri.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong
siswa) dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Tujuan
pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan
dan keterasingan dari lingkungan. Ada beberapa aliran yang termasuk dalam
pendidikan humanistik yaitu pendidikan konfluen, kritikisme radikal dan
mistikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus
merespon secara utuh (baik segi pikiran, perasaan maupun tindakan) terhadap
kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan.
Kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau
romantisme Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu
anak menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya.
Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan
pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan dan budi pekerti.
1.3.Karakteristik Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan
dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para humanis,
kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman (pengetahuan-red) berharga untuk
membeantu memperlancar perkembangan pribadi murid. bagi mereka tujuan
pendidikanadalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang di arahkan pada
pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap
diri sendiri, orang lain, dan belajar semua itu merupakan bagian dari cita-cita
perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person) seorang yang
telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai
keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek
kognitif, estetika, maupun moral, seorang dapat bekerja dengan baik bila
memiliki karakter yang baik pula. Kurikulum humanistik memiliki beberapa
karakteristik yang tidak lepas darikarakteristik pendidikan humanis,
diantaranya adalah :
1.
Tujuan
Ahli humanis
mempercayai fungsi kurikulum memberikan pengalaman secara interinsik
tercapainya perkembangan dan kemerdekaan peribadi. Bagi mereka yaitu memandang
tujuan pendidikan sebagai peroses dinamika peribadi yang berhubungan dengan
integrasi dan otonomi peribadi yang ideal.
2.
Metode
Kurikulum
humanistik menuntut hubungan emosional antara guru dan anak didik melalui
suasana belajar yang menyenangkan. Guru mendorong para siswa untuk saling
mempercayai dalam peroses belajar mengerjakan sesuatu yang mereka tidak ingin
melakukan.
3.
Organisasi
Organisasi
kurikulum humanistik terletak dalam integrasi. Bertujuan untuk mengatasi
kurikulum teradisonal yang berorientasi pada materi yang gagal dalam
menghubungkan psikologi anak. Karena itu kurikulum humanistik tidak selalu
menekankan aspek sekuensial dalam organisasi materinya.
4.
Evaluasi
Kurikulum
humanistik lebih mengutamakan peroses dari pada hasil artinya apakah aktivitas
belajar yang dapat membantu anak didik menjadi manusia yang lain terbuka dan
mandiri. Dalam evalusi kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa kegiatan
belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan membantu para
sisiwa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan
potensi-potensi yang dimilikinya.
B.
PENGEMBANGAN KURIKULUM MADZHAB REKONTRUKSI SOSIAL
2.1.Definisi Kurikulum Rekonstruksi
Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial dapat diartikan sebagai model
kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi
dalam masyarakat. Adanya kurikulum ini dimulai sekitar tahun 1920-an yang
dikemukakan oleh Herold Rug. Kurikulum ini timbul karena Herold Rug memandang
adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Sebenarnya, kurikulum merupakan sesuatu yang hidup, dinamis, yang
mengikuti perkembangan masyaraka. Oleh karena itu, kurikulum tidak boleh lepas
dari masyarakat. Sehingga dengan adanya pengertian tersebut, maka keberadaan
kurikulum harus dapat mengakomodasi semua problem yang dihadapi masyarakat,
sehingga pada dasarnya kurikulum rekonstruksi sosial berpendapat bersama,
interaksi, dan kerja sama. Adapun bentuk interaksi dan kerja sama bisa saja
terjadi antara guru dengan murid, siswa dengan siswa, ataupun antara siswa
dengan orang-orang di lingkungannya.
Kurikulum rekonstruksi sosial berharap dengan adanya kerja sama dan
interaksi, siawa atau peserta didik dapat berusaha memecahkan masalah, baik
masalah yang ada pada dirinya sendiri atau masalah-masalah sosial yang sehingga
dapat membentuk dan menciptakan masyarakat yang baik.
Menurut Herrick, ada 3 macam sumber kurikulum yaitu: pengetahuan,
masyarakat, serta individu yang dididik.
Jika keberadaan masyarakatdianggap sebagai salah satu sumber kurikulum,
hendaknya tidak berlebihan adanya sekolah merupakan salah astu agen atau pusat
amsyarakat dalam meneruskan warisan - warisan kebudayaan, dan sekolah juga
berfungsi sebagai wahana dan tempat untuk memecahkan masalah-masalah
masyarakat. Dengan adanya implementasi kurikulum rekonstruksi sosial, siswa
dapat belajar untuk memecahkan masalah yang ada dimasyarakat dengan tidak
menghilangkan sikap kerja sama dan hubungan yang baik antar sesama.
Tak jauh beda dengan kurikulum yang lain, janis kurikulum
rekonstruksi sosial ini juga mempunyai peranan pada proses pembelajaran.
Menurut kamus ilmiah populer, rekonstruksi berarti penyusunan kembali,
pengulangan kembali (seperti semula), peragaan (contoh). Sehingga dalam
kurikulum rekonstruksi sosial itu berisi tentang program, dapat pula berisi
hal-hal yang diharapkan akan dapat dipelajari siswa untuk menghadapi tantangan,
ancaman, hambatan yang dialami pada lingkungan sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial ini juga mempunyai fungsi seperti
kurikulum pada umumnya. Alexander Inglis, menyatakan bahwa fungsi kurikulum
adalah:
a.
Penyesuaian
b.
Pengintegrasian
c.
Referensiasi
d.
Persiapan
e.
Pemilihan
f.
Diagnostik.
Dengan adanya
beberapa fungsi kurikulum tersebut, di
harapkan implementasi di kurikulum rekonstruksi soisal dapat menjawab
persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan
Langgunung dalam buku Asas-Asas Pendidikan Islam, beliau menyebutkan bahwa
kurikulum semestinya mencakup pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah
raga dan kesenian baik yang berada di dalam ataupun di luar kelas yang dikelola
oleh sekolah.
Kurikulum
sebagai program pendidikan yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dan pendidikan saat ini diharapkan dapat menjadi acuan
bagi pengajar agar dapat mengajar dengan secara maksimal sehingga dapat
menghasilkan output yang dapat bersaing dalam lingkungan sosial. Sekolah
sebagai salah satu institusi sosial yang bergerak dibidang pendidikan,
setidaknya mempunyai peranan yang sangat penting, yakni: peranan konservatif,
peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif.
Sebagai sebuah
pedoman bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar, kurikulum merupakan rencana
dan program yang tertulis. Karena merupakan pedoman tersebut, minimal guru
dapat menentukan beberapa hal yaitu:
a.
Merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa.
Dengan adanya
perumusan tujuan dan kompetensi yang jelas dalam proses belajar mengajar, guru
akan mudah menentukan dan merencanakan berbagai macam program pembelajaran.
b.
Menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dikuasai untuk
mencapai tujuan penguasaan kompetensi
c.
Menyusun strategi pembelajaran untuk guru dan siswa sebagai upaya
pencapaian tujuan
d.
Menentukan keberhasilan pencapaian tujuan atau kompetensi.
2.2.Komponen-komponen Kurikulum
Rekonstrusi Sosial
Komponen dapat diartikan bagian, sehingga komponen kurikulum
rekonstruksi sosial dapat idartikan bagian-bagian yang ada di dalam kurikulum
rekonstruksi sosial. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
a.
Tujuan dan isi kurikulum
Adapun tujuan
dan isi kurikulum adalah:
1)
Mengadakan survey
2)
Mengadakan studi tentang hubungan sebuah program
3)
Mengadakan studi latar belakang
4)
Mengkaji praktek program
5)
Menetapkan rencana
6)
Mengevaluasi semua rencana
b.
Metode
Dalam proses pengjaran kurikulum rekonstruksi sosial, para
pengembang kurikulum dan para pengajar berusaha mencari keselarasan antar
tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Metode dapat juga disebut strategi
dalam proses pembelajaran yang lebih identik pada peralatan atau alat peraga
untuk menunjang prose mengajar. Tetapi pada hakikatnya, strategi pengajaran
tidak tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan tentang strategi atau
metode pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan
pengajaran, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan
baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran. Dengan
kata lain, strategi pengajaran mengatur seluruh komponen baik pokok maupun
penunjang dalam sistem pengajaran.
c.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari penerapan
kurikulum tersebut dalam proses belajar mengajar. Evaluasi tidak hanya menilai
apa saja yang telah dikuasai dan difahami siswa, tetapi juga menilai pengaruh
kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
2.3.Tujuan Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum harus bersifat lebih fleksibel. Seharusnyakurikulum tidak
hanya berkutat pada persoalan pendidikan yang ada di sekolah saja, seharusnya
kurikulum juga memperhatikan problem dan masalah yang ada di masyarakat sebagai
upaya kehidupan masa datang yang semakin maju. Keberadaan problem dan masalah
sosial harus dianggap sebagai tuntutan dan masalah dalam penerapan kurikulum di
lingkungan sekolah dan sekitarnya. Adanya pertanyaan apakah kurikulum bersifat
mengembangkan kualitas peserta didik yang diharapkan dapat memperbaiki masalah
dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun
masyarakat baru yang diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang
berbeda.
Dengan adanya pandangan tersebut, maka adanya kurikulum
rekonstruksi sosial diharapkan dapat membantu masalah pendidik. Tujuan utama
dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada
tantangan yang ada pada diri manusia. Hal ini merupakan bidang garapan pada
studi sosial yang meliputi bidang ekonomi, sosialogi, psikologi, estetika, dll.
Pada dasarnya kurikulum merupakan jantung pendidikan, artinya semua
gerak kehidupan pendidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang
direncanakan oleh kurikulum. Kehidupan disekolah adalah kehidupan yang di
rancang berdasarkan apa yang diinginkan kurikulum.
Dalam pendidikan, terdapat faktor yang hendak ditempuh oleh
pendidik. Menurut Sutari Imam Barnadid, bahwa perbuatan mendidik dan dididik
memuat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan, yaitu:Adanya
tujuan yang hendak dicapai.
1.
Adanya subyek manusia (pendidik dan anak didik) yang melakukan
pendidikan
2.
Yang hidup bersama dalam lingkungan hidup tertentu
3.
Yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
Dengan adanya
pendapat tokoh tentang faktor-faktor tersebut, maka dapat diketahui bahwa
pendidikan merupakan kegiatan yang sistematis sehingga antara faktor yang satu
dan yang lainnya sangatlah berhubungan dan mempengaruhi.
Pada
kenyataannya, masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam adanya
sekolah karena masyarakat dapat menjadi salah satu sumber evaluasi atas output
yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan. Ciri yang palaing utama dalam
masyarakat adalah mengalami perubahan yang signifikan. Dan adanya perubahan
tersebut adalah akibat dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin
maju dan juga dapat diterapkan dalam berbagai macam bidang salah satunya dalam
bidang sosial dan teknologi. Adanya perubahan yang signifikan, hebat dan cepat
dalam masyarakat memberikan tugas yang lebih luas dan lebih berat kepada
sekolah. Sehingga dengan adanya kurikulum rekonstruksi sosial ini diharapkan
dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah dan problem yang ada
dalam masyarakat, yang masalah – masalah tersebut timbul karena berbagai macam
hal dan salah satunya karena perkembangan ilmu pengetahuan seperti yang telah
disampaikan diatas.
“Agent Of
Change” adalah salah satu fungsi dari sekolah. Dengan adanya fungsi tersebut
maka sekolah harus dapat berperan untuk memajukan masyarakat dan dapat sebagai
media yang dapat merubah masyarakat. Perubahan tersebut hendaknya tidak hanya
dalam hal ilmu pengetahuan tetapi dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga
sekolah merupakan alat yang paling tepat dalam rangka untuk me-rekonstruksi
atau merubah masyarakat. Tentunya perubahan yang dibawa oleh sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal adalah perubahan melalui pendidikan dan pengajaran.
Oleh sebab itu,
tujuan inti dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah agar dapat merubah
pandangan dan perilaku yang ada dimasyarakat menjadi lebih baik dan juga
sebagai wahana belajar dalam berusaha mengatasi masalah – masalah yang ada di
msyarakat. Keberadaan teknologi yang semakin maju merupakan hal yang sangat
menggembirakan, tetapi perlu diingat bahwa segala sesuatu perubahan menimbulkan
efek positif dan negatif. Jika efek positif akan membawa nilai lebih baik dan
akan berdampak kemajuan, tetapi jika menimbulkan efek negatif akan menimbulkan
nilai lebih buruk dan akan berdampak kemunduran sehingga menimbulkan masalah.
Efek negatif yang menimbulkan masalah inilah yang menjadi bidang garapan dari
kurikulum rekonstruksi sosial. Tetapi walaupun adanya kurikulum rekonstruksi
sosial sangat penting tetapi kurikulum ini tidak menuntut untuk di buat sebagai
bidang mata pelajaran tersendiri. Kurikulum rekonstruksi sosial ini dapat
dimasukkan dalam bidang – bidang ilmu pelajaran sosial seperti IPS, sejarah,
antropologi, hukum, dll. Karena bidang mata pelajaran sosial adalah interaksi
dengan masyarakat, maka sangat cocok jika adanya kurikulum rekonstruksi sosial
ini dimasukkan dalam mata pelajaran sosial. Sehingga tidaklah berlebihan jika
dikatakan bahwa ‘kurikulum tidak boleh lepas dari masyarakat’.
C.
MADZHAB PENGEMBANGAN KURIKULUM SUBJEKTIF AKADEMIS
3.1.Pengertian Kurikulum Subjektif
Akademik
Kurikulum Subjek Akademik seperti yang diungkapkan oleh Erekson
(1992) dalam Journal of Technology
Education Vol. 3 No. 2, Spring 1992 bersumber dari pendidikan klasik,
perenialisme dan esensialisme, berorientasi kepada masa lalu. Semua ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi
pendidikan adalah memelihara dan mewariskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
nilai-nilai budaya masa lalu kepada generasi baru.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah
berusaha menguasai isi atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya. Orang yang
berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian
terbesar dari isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Isi
pendidikan diambil dari disiplin-disiplin ilmu. Pelajaran IPS diambil dari
disiplin Ilmu Sosial, IPA diambil dari disiplin Ilmu alam, dan sebagainya. Para
ahli, sesuai dengan bidang disiplinnya, telah mengembangkan ilmu-ilmu tersebut
secara sistematis, logis, dan solid.
3.2.Landasan-landasan Pendidikan
Landasan
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan
sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan
itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan
dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya.
1.
Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna
atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua ini
berkaitan dengan pandangan filosofis tertentu. Filsafat menelaah sesuatu secara
radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan konseptual, yang menghasilkan
konsep-konsep mengenai kehidupan dan dunia. Landasan filosofis terhadap
pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji
pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada
manusia, apakah pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan
pendidikan diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan
pandangan mengenai hakikat manusia. Karena manusia adalah makhluk
individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk personalitas,
makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi.
a.
Essensialisme
Essensialisme
merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan
realisme secara eklektis. Mazab ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih,
yang pokok-pokok, yang hakiki (essensial), yaitu liberal arts. Yang termasuk
the liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu
kealaman, meatematika, sejarah dan seni.
b.
Perenialisme
Perenialisme
hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian atau
ketetapan atau kehikmatan (perennial = konstan). Yang abadi adalah :
1.
pengetahuan yang benar,
2.
keindahan, dan
3.
kecintaan kepada kebaikan.
Prinsip-prinsip pendidikannya :
1. pendidikan yang abadi,
2. inti pendidikan mengembangkan
keunikan manusia yaitu kemampuan berfikir,
3. tujuan belajar mengenalkan kebenaran
abadi dan universal,
4. pendidikan merupakan persiapan bagi
hidup yang sebenarnya,
5. kebenaran abadi diajarkan melalui
pelajaran dasar, yang mencakup bahasa, matematika, logika, IPA dan sejarah.
c.
Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme mazab
filsafat yang menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis. Progredivisme
mazab filsafat yang menginginkan kemajuan, mengkritik, essensialisme dan
perenialisme karena mengutamakan pewarisan budaya masa lalu, menggunakan
prinsip pendidikan antara lain:
-
anak hendaknya diberi kebebasan,
-
gunakan pengalaman langsung,
-
guru bukan satu-satunya,
-
sekolah hendaknya progresif menjadi laboratorium untuk melakukan berbagai pembaharuan pendidikan
dan eksperimentasi.
d.
Rekonstruksionisme
Mazab rekonstruksionisame
merupakan kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini berpandangan bahwa
pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau
merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu
pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
2.
Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa manusia selalu hidup
bersama dengan manusia lain. Kajian-kajian sosiologis telah dikemukakan pada
waktu membahas hakikat masyarakat. Masyarakat dengan berbagai karakteristik
sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan pendidikan pada
suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural
bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial
sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal
ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah dan bawah.
3.
Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah
dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan
tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan
dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui
belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya
sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan
kehidupan orang.
Proses dan isi
pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi
pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah:
a.
kebudayaan menjadi kondisi belajar,
b.
kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon
tertentu,
c.
kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku
tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan
d.
adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan.
Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut
terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu
kebudayaan.
4.
Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga
pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang
sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan
dengan aspek kejiwaan manusia. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi
berbeda dengan bangsa Amerika (Barat), maka pendidikan menggunakan landasan
psikologis.
5.
Landasan Ilmiah dan Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai kaitan yang sangat erat, karena
IPTEKS merupakan salah satu bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat
penting dalam rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu
sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media pendidikan. IPTEKS yang selalu
berkembang dengan pesat harus diikuti terus oleh pendidikan, sebab kalau tidak
maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan dengan IPTEKS yang sudah berkembang
di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan mengembangkan ilmu (epistemologi)
dibahas dalam pendidikan, hingga pemanfaatan ilmu bagi umat manusia, kaitan
ilmu dengan moral, politik, dan sosial menjadi tugas pendidikan.
3.3.Pendekatan Kurikulum Subjek Akademis
Model kurikulum ini adalah model yang tertua, sejarah yang pertama
berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah
berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini.
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik parenialisme dan
esensialisme yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai yang telah ditemukan oleh pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan
adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah
orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan
atau disiapkan oleh guru.
Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan
bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara
sistematis, logis dan solid. Para pengembang kurikulum tidak perlu susah-susah
menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan materi
ilmu yang telah dikembangkan para ahli disiplin ilmu, kemudian
mengorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap
perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru sebagai penyampai bahan ajar
memegang peranan penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada
dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam bidang-bidang studi yang
diajarkannya. Lebih jauh guru dituntut bukan hanya menguasai materi pendidikan,
tetapi ia juga menjadi model bagi para siswanya.
Karena kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan maka
pendidikannya lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi
isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra,
geografi, matematika dan sebagainya. Kurikulum subjek akademis tidak berarti
hanya menekankan pada materi yang disampaikan dalam perkembangannya secara
berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses
belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam
materi pelajaran tersebut.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program
pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap
ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan
sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan
dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran atau mata kuliah apa yang
harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan
disiplin ilmu.
Menurut Sukamadinata, salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan
struktur ini adalah MACOS (Man: A Course of Study), yang merupakan kurikulum
sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman, permainan, dan
perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan
penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas dengan pengarahan
dan bimbingan Bruner.
Para pengembang kurikulum mengharapkan anak-anak dapat menggali
faktor-faktor penting yang akan menjadikan manusia sebagai manusia. Melalui
perbandingan dengan binatang, anak mengetahui keadaan biologis manusia. Dengan
membandingkan manusia dari suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, anak-anak
akan mempelajari aspek-aspek universal dari kebudayaan manusia.
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata
pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud,
metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu
masing-masing. Pengembangan kurikulum
subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata
pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan
untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist,
keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah,
aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran
Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah
kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana
isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang
kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.
Terdapat tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek
akademis;
1) Pendekatan pertama, melanjutkan
pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan
menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya.
2) Pendekatan kedua, adalah studi yang
bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan
masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu.
Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran
tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran
didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah, dan
problema-problema yang ada. ada beberapa ciri model kurikulum yang
dikembangkan.
a.
Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan yang dapat
terdiri atas ide atau konsep besar yang dapat mencakup semua ilmu atau suatu
proses kerja ilmu, fenomena alam, atau masalah sosial yang membutuhkan
pemecahan secara ilmiah.
b.
Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu. Kegiatan
belajar melibatkan isi dan proses dari satu atau beberapa ilmu sosial atau
perilaku yang mempunyai hubungan dengan tema yang dipilih/dikerjakan.
c.
Menyatukan berbagai cara/metode belajar. kegiatan belajar
ditekankan pada pengalaman konkrit yang bertolak dari minat dan kebutuhan murid
serta disesuaikan dengan keadaan setempat.
3) Pendekatan ketiga adalah pendekatan
yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar
berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis dan memecahkan
masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu
sosial dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.
Jadi pendekatan
subjek akademis adalah pendekatan pengembangan kurikulum yang menitiktekankan
pada struktur ilmu dan sistematisasinya. Walaupun pendekatan ini mempunyai
berbagai cabang pendekatan, namun intinya tetap sama, yaitu mengembangkan
kurikulum dengan terlebih dahulu menetapkan mata pelajaran yang harus
dipelajari oleh peserta didik.
3.4.Ciri-Ciri Kurikulum Dengan
Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan
tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis
ini adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa
menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Dengan berpengetahuan dalam berbagai
disiplin ilmu, para siswa diharapkan memiliki konsep-konsep dan cara-cara yang
dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas.[8] Jadi para siswa
harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya.
Siswa harus menguasai apa yang sudah ada, yang berupa khasanah ilmu pengetahuan
dari berbagai pakar, sebagaimana yang tertuang dari buku.
Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum dengan
pendekatan subjek akademik adalah metode ekspositori dan inkuiri.[9] Ide-ide
diberikan guru kemudian dielaborasi siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama
disusun dengan sistematis dan diberi ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya
dikaji. Dengan metode yang penulis sebutkan di atas, diharapkan siswa akan
menjadi lebih mengerti tentang materi dan bisa mengkaji materi juga menemukan
solusi atas problematikanya sendiri.
Mengenai isi kurikulum, siswa rata-rata mempelajari buku-buku
standar yang telah terkodifikasi sejak lama, atau bahkan kitab-kitab klasik
untuk memperkaya pengetahuan, serta memahami budaya masa lalu dan mengerti
keadaan masa kini. Sukamadinata menyebutkan beberapa pola organisasi kurikulum
dengan pendekatan subjek akademis:
·
Correlated Curriculum: pola organisasi materi atau konsep yang
dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
·
Unified atau Concentrated Curriculum: pola organisasi bahan
pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi
dari berbagai disiplin ilmu.
·
Integrated Curriculum,: tidak adanya warna disiplin ilmu.
·
Problem Solving curriculum; pola organisasi isi yang berisi topik
pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan dari berbagai mata pelajaran/disiplin ilmu
Tentang masalah
evaluasi, kurikulum dengan pendekatan subjek akademis menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.
Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian daripada test
objektif. Bidang studi tersebut membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika,
koherensi dan integrasi secara menyeluruh. Bidang studi seni yang sifatnya
ekspresi membutuhkan penilaian subjektif yang jujur, disamping standar
keindahan dan cita rasa. Lain halnya dengan matematika, nilai tertinggi
diberikan bila siswa menguasai landasan aksioma serta cara penghitungannya
benar. Dalam ilmu kealaman penghargaan tertinggi bukan hanya diberikan kepada
jawaban yang benar tetapi juga pada proses berpikir yang digunakan siswa.
3.5.Aplikasi Pendekatan Subjek Akademis
Dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek al-Qur'an/hadits,
keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah,
aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang
meliputi: mata pelajaran al-Qur'an hadits, fiqih, aqidah akhlak dan sejarah
kebudayaan Islam.
Terdapat kedudukan dan hubungan yang erat antara mata pelajaran
tersebut, yaitu: al-Qur'an hadits merupakan sumber utama ajaran Islam dalam
arti sumber aqidah, syariah dan akhlak, sehingga kajiannya berada di setiap
unsur tersebut. Aqidah atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah
dan akhlak bertitik tolak dari aqidah, dalam arti sebagai manifestasi dan
konsekuensi dari aqidah. Syariah merupakan sistem norma yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Dalam
hubungannya dengan Allah diatur dalam ibadah dalam arti khas dan dalam
hubungannya dengan sesama manusia dan lainnya diatur dalam muamalah dalam arti
luas.
Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia,
dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
dan hubungan manusia dengan manusia lainnya itu menjadi sikap hidup dan
kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya yang dilandasi
oleh aqidah yang kokoh. Sedangkan tarikh Islam merupaan perkembangan perjalanan
hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyari'ah dan berakhlak
serta dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi aqidah.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan
dengan berdasarkan sistematisasi disiplin ilmu. Misalnya, untuk aspek keimanan
atau mata pelajaran aqidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid, aspek/mata
pelajaran al-qur'an menggunakan sistematisasi ilmu al-qur'an atau ilmu tafsir,
akhlak menggunakan sistematisasi ilmu akhlak, ibadah/syari'ah/muamalah
menggunakan sistematisasi ilmu fiqih dan tarikh menggunakan sistematisasi ilmu
sejarah Islam. Masing-masing aspek/mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik
tersendiri, yang dapat dipergunakan untuk pengembangan dan pembinaan terhadap
Peserta didik.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan kegiatan pendidikan tertentu sedangkan humanistik berasal dari kata
humanis yang secara etimologis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan
terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik.
Ada beberapa madzhab dalam
pengembangan kurikulum diantaranya : Madzhab Humanistik, madzhab rekontruksi
sosial, dan madzhab subjektif akademik.
B.
SARAN
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami mohon kritik dan
saran dari pembaca guna memperbaiki di masa selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah, 2007, Pengembangan
Kurikulum, Jakarta: Al-Insan.
Nasution, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Jakarta: Bumiaksara.
Sanjaya,
Wina, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.
Sukmadinata, Nana,
1997, Pengembangan kurikulum teori dan
peraktek. Bandung: Kusuma Karya.